BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Jawa Barat, Dedi Supandi menilai, penting bagi orang tua untuk mendukung keinginan anak terkait sekolah yang dipilih.
Hal ini disampaikan Dedi Supandi menyusul maraknya aksi kecurangan pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023.
Sebagai orang tua, Dedi mengaku, lebih memilih mendaftarkan anak ke SMA Swasta dibanding SMA Negeri unggulan pada PPDB tahun ini.
"Alhamdulillah di SMA Swasta kan tidak ada utak atik zonasi. Kita sebagai orang tua yang penting untuk pembentukan anak, sekolah di manapun kita sebagai orang tua tidak boleh berhenti mendoakan kepada anaknya yang terbaik dalam mengejar cita-citanya," ucap Dedi yang juga mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jabar periode 2020–2023 ini, Sabtu (15/7/2023).
Dedi mengatakan, saat ini banyak orang tua yang memaksakan anaknya agar masuk ke sekolah tertentu. Bahkan, beberapa di antaranya memilih cara curang dengan mengakal-akali jalur zonasi.
"Tapi sebenarnya itu adalah ruang yang memang diatur dalam permendikbud, alhasil semakin diatur ketat seperti semakin diakal-akali," imbuhnya.
Disinggung mengenai maraknya pemberitaan negatif terkait PPDB Jabar 2023, Dedi mengatakan, pada tahun lalu pihaknya sudah terus melakukan perbaikan sistem. Di antaranya dengan penambahan jumlah zonasi juga merencanakan website PPDB dan fitur pada aplikasi Sapawarga.
"Sistem digitalisasi itu kan sekarang di PPDB Jabar 2023 sudah mulai digunakan," ujarnya.
Bukan hanya itu, hasil rekomendasi bersama Ombudsman Jabar pihaknya pula mengusulkan sejumlah evaluasi Perubahan Permendikbud. Hal itu dilalukan pascapelaksanaan PPDB tahun lalu agar ada perubahan Permendikbud terkait PPDB.
Sehingga regulasi lebih bersifat general dan hal-hal yang teknis dapat diserahkan ke daerah disesuaikan dengan kondisi geografi dan demografi daerah.
Sebab menurutnya, sistem di setiap daerah tidak bisa di sama ratakan mengingat perbedaan berdasarkan demografi dan geografi tersebut yang disesuaikan dengan kondisi lokal daerah nya.
"Jadi antara daerah yang banyak pegunungan itu akan berbeda dengan yang di perkotaan. Termasuk jumlah kuota prestasi, zonasi, afirmasi dalam suatu wilayah tertentu setiap daerah bisa saja berbeda. Itu rekomendasi dengan Ombudsman Jabar tahun kemarin," paparnya.
Dedi mencontohkan, seperti di SMKN 10 Kota Bandung yang memiliki jurusan Seni Karawitan, Dalang, dan kesenian tradisional setiap tahun kuotanya tidak terpenuhi. Padahal, di Jawa Barat tidak ada lagi sekolah yang membuka kurikulum serupa, sehingga berkaitan dengan zonasi itu tidak bisa dibatasi.
Berbeda halnya dengan SMAN 3 Kota Bandung yang kekurangan jalur prestasi. Bila perlu, jalur prestasi di SMAN 3 Bandung ditingkatkan menjadi 80 persen.
"Jadi orang-orang tidak berebut kartu keluarga untuk masuk ke sekolah itu dengan memanipulasi mendekatkan jarak," jelasnya.
Tapi untuk beberapa sekolah yang dekat dengan pegunungan bila perlu semuanya menggunakan jalur zonasi, sehingga jarak zonasi-nya juga ditambah. Sistem ini juga dapat digunakan untuk Sekolah yang berada di daerah Unjung Berung Kota Bandung.
"Karena jika aturan PPDB ini diatur biasa saja untuk kasus DKI jakarta cocok diterapkan, tapi untuk Jawa Barat yang notabene banyak wilayah pegunungan sangat tidak berkeadilan jika disamakan," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait