BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Wacana Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang akan memindahkan pusat pemerintahan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar sepertinya urung terlaksana. Sebab ada dua alasan yang membuat pemindahan pusat pemerintahan tidak bisa dilakukan di waktu dekat.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar, Iendra Sofyan mengungkapkan, rencana pemindahan pusat pemerintahan Pemprov Jabar belum masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045.
Menurut Iendra, pembahasan RPJPD 2025-2045 masih sebatas diskusi. Terlebih alasan kedua urung dilaksanakan sekarang ini adalah jabatan Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jabar akan berakhir pada September 2023 mendatang.
"Pemindahan (pusat pemerintahan) Itu belum masuk, masih (didiskusikan), Pak RK (Ridwan Kamil) keburu selesai, jadi kita lihat nanti," kata Iendra, Selasa (1/8/2023).
Sebelumnya, wacana pemindahan pusat pemerintahan ini dikemukakan oleh Ridwan Kamil. Masyarakat mulanya mengira pemindahan ini menggeser ibu kota provinsi. Namun, Kang Emil, sapaannya, memastikan pemindahan hanya pusat pemerintahan.
Orang nomor satu di Jabar itu menegaskan, yang berpindah bukanlah ibu kota provinsi, melainkan pusat pemerintahan yang akan disatukan dengan pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan Tegalluar, Kabupaten Bandung. Akan tetapi itupun baru pada tahap wacana.
"Bukan pemindahan ibu kota, tapi wacana penyatuan pusat pemerintahan. Jadi jangan pakai sebutan ibu kota karena itu jelas berbeda," kata Kang Emil di Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (15/10/2022).
Menurut Kang Emil, Ibu Kota Jabar tetap Kota Bandung. Akan tetapi pusat pemerintahannya diwacanakan berkumpul di tiga kawasan potensial, yaitu Tegalluar, Walini dan Kertajati. Adapun Tegalluar disebut paling potensial menjadi lokasi wacana pemindahan pusat pemerintahan Jabar.
"Jadi Ibu Kota Jabar tetap Bandung, tapi pusat pemerintahan kantornya berkumpul di tiga kawasan potensial, yaitu Tegalluar karena pusat pertumbuhan, Walini dan Kertajati," jelas mantan Wali Kota Bandung itu.
Daerah yang menjadi titik akhir pemberhentian Kereta Cepat Jakarta-Bandung tersebut dinilai strategis karena jadi simpul beberapa ruas jalan tol dan pusat ekonomi lainnya.
Kang Emil mencontohkan, kondisi ini sama seperti negara Malaysia, dimana Ibu Kota masih di Kuala Lumpur, namun pusat pemerintahannya berkumpul di Putrajaya.
"Seperti Malaysia, ibu kotanya tetap Kuala Lumpur, pusat pemerintahannya berkumpul di Putrajaya. Ini belum diputuskan, hanya kemarin Pak Presiden menanyakan, saya jawab belum pasti karena harus dimusyawarahkan," tandasnya.
Editor : Zhafran Pramoedya
Artikel Terkait