Menurutnya, pada Februari ini relatif terjadi peningkatan jumlah gempa frekuensi rendah dan berkorelasi dengan peningkatan intensitas curah hujan.
"Peningkatan ini dapat terjadi karena perubahan (akumulasi) tekanan di kedalaman dangkal akibat peningkatan jumlah curah hujan yang turun pada bulan ini, sementara itu indikasi akumulasi tekanan dari magma dalam yang belum teramati," jelasnya.
Sedangkan dari hasil pemantauan deformasi dengan peralatan Tiltmeter maupun Electronic Distance Measurement (EDM), belum menunjukkan adanya pola penambahan tekanan yang signifikan dari bawah permukaan terhadap respon penggembungan pada tubuh Gunung Tangkuban Parahu.
Meski begitu, pihaknya mengingatkan, untuk tetap mewaspadai potensi bahaya berupa erupsi freatik, yaitu erupsi yang terjadi tanpa ada peningkatan gejala vulkanik yang jelas atau signifikan.
"Erupsi freatik jika terjadi dapat disertai hujan abu dan lontaran material di sekitar kawah," ujarnya.
Editor : Zhafran Pramoedya
Artikel Terkait