JAKARTA, iNewsBandungRaya.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, bahwa dugaan intervensi serta ketidaknetralan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti yang dimohonkan tim pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 tidak terbukti.
Begitu disampaikan Hakim Konstitusi, Arief Hidayat dalam sidang sengketa keputusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
"Dalil Pemohon yang menyatakan terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil Pemohon mengenai dugaan adanya ketidaknetralan Termohon dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan Pasangan Calon Nomor Urut 2, sehingga dijadikan dasar bagi Pemohon untuk memohon agar Mahkamah membatalkan (mendiskualifikasi) Pihak Terkait sebagai peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 adalah tidak beralasan menurut hukum," kata Arief.
Dalam sidang yang sama, Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic Foekh yang membacakan hasil sidang MK terkait Presiden Jokowi yang melakukan nepotisme karena mendukung anaknya sendiri yaitu Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka juga tidak terbukti.
"Mahkamah berpendapat dalil pemohon mengenai pelanggaran atas Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, UU 28/1999, dan Pasal 282 UU Pemilu adalah tidak beralasan menurut hukum," ucap Daniel.
Dengan demikian, Daniel menilai dukungan dan persetujuan Jokowi agar Gibran maju sebagai calon wakil presiden bukanlah bentuk nepotisme.
"Jabatan yang terkait dengan larangan nepotisme adalah jabatan yang pengisiannya dilakukan dengan cara ditunjuk atau diangkat secara langsung. Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme," ungkapnya.
Diketahui, bahwa perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar adalah memerintahkan kepada Presiden untuk bertindak netral dan tidak memobilisir aparatur negara serta tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai alat untuk menguntungkan salah satu pasangan calon dalam pemungutan suara ulang.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait