Pakar ITB Sebut Industri Logistik Penting dalam Tunjang Perekonomian Negara

Agung Bakti Sarasa
Seminar peningkatan kinerja logistik di Indonesia: refleksi, tantangan, dan peluang sistem logistik nasional, di Aula Barat ITB, Jalan Tamansari, Kamis (25/7/2024). Foto: (Ist).

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Kemajuan industri logistik dinilai sangat penting dalam menunjang perekonomian negara. Terlebih, untuk mewujudkan visi Indonesia emas 2045 diperlukan penguatan logistik nasional.

Begitu disampikan Ketua Pusat Pengkajian Logistik ITB, Titah Yudhistira dalam seminar tentang peningkatan kinerja logistik di Indonesia: refleksi, tantangan, dan peluang sistem logistik nasional, di Aula Barat ITB, Jalan Tamansari, Kamis (25/7/2024).

Titah mengatakan, rencana aksi sistem logistik nasional (sislognas) dalam perpres 26/2012 telah ada sekitar 70 persen yang sudah dilakukan pemerintah, dan 44 persen sudah tuntas diselesaikan.

Selain itu, pemerintah pun sudah berupaya berbagai inisiatif yang tertuang dalam program tol laut, INSW, NLE, dan pembangunan infrastruktur transportasi dan logistik yang masif.

"Tujuan sislognas yang ditargetkan dalam perpres itu kaitan erat dengan penurunan biaya logistik, ketersediaan komoditas pokok dan strategis, serta kesiapan menghadapi integritas pasar ASEAN yang belum sepenuhnya terpenuhi," ucap Titah.

Titah menyebut, beberapa metrik semisal LPI, biaya logistik, dwelling time, dan lead time bisa menjadi indikasi performansi sislognas. Metrik-metrik ini bisa menjadi ukuran prestasi pencapaian atau sebaliknya.

Terpenting, metode pengukuran dan metrik-metrik yang bisa menggambarkan kondisi riil dan akar permasalahan sebenarnya.

"Nah, kaitan strategi pengembangan logistik nasional di bidang perhubungan, pemerintah mendorong transformasi digital, penggunaan multimoda single tarif, optimalisasi trayek tol laut, penguatan konektivitas dengan penetapan hub dan spoke, serta peningkatan aksesibilitas antarwilayah," jelasnya.

Menurutnya, penguatan sislognas dapat dicapai melalui program penguatan ekosistem logistik nasional, program penguatan infrastruktur dan konektivitas, program peningkatan daya saing SDM dan penyedia jasa logistik, serta program transformasi digital layanan logistik.

"Terkait transportasi logistik laut, Indonesia dapat belajar dari Jepang, Uni Eropa, atau bahkan Filipina yang memiliki karakteristik geografis sama, yakni archipelago dengan waktu tempuh pelayaran rata-rata di bawah dua hari. Transportasi logistik antarpulau ini akan dapat lebih efektif dan efisien jika memaksimalkan penggunaan roro dan ropax," tuturnya.

Saat ini, kesiapan industri 4.0 Indonesia masih di level 2 sehingga diperlukan pengembangan SDM logistik yang mempertimbangkan kebutuhan pengguna, body of knowledge, serta KKNI.

Tata kelola logistik memiliki tantangan pada beragamnya pelaku yang berperan dalam proses logistik, dan masing-masing memiliki standarisasinya sendiri mengenai bagaimana proses logistik tersebut harus dilakukan.

"Beragam upaya inovasi untuk meningkatkan kinerja logistik di Indonesia telah banyak dilakukan, hanya saja perubahan ini terjadi pada sektor yang parsial dan kurang cepat dan tepat. Butuh perubahan yang menyeluruh, cepat, dan tepat untuk meningkatkan kinerja logistik di Indonesia agar dapat berpengaruh secara signifikan pada aransemen pasar," benernya. 

Titah menilai, seminar ini pun telah membuka wawasan terkait kondisi saat ini melalui sharing persepsi berbagai pemangku kepentingan, seperti regulator, pelaku usaha, konsultan, dan akademisi.

Dalam seminar ini pula, telah dilakukan dialog untuk memahami permasalahan mendasar dan kesamaan arah kebijakan yang sekarang sudah dibuat namun masih belum integratif. 

"Berbagai ide dan usulan yang inovatif telah disampaikan dalam seminar ini. Beberapa ide dan pemikiran masih menimbulkan perdebatan atau pertanyaan,” imbuhnya.

“Lalu, beberapa topik mulai refleksi terhadap upaya pemerintah dalam upaya peningkatan performansi sistem logistik nasional sampai ide-ide terkait strategi pengembangan transportasi logistik laut ditampung dan berpotensi meningkatkan kinerja logistik nasional, namun masih memerlukan pembahasan lebih lanjut sebelum dapat diimplementasikan," tambahnya.

Sementara itu, Dewan Pembina Pusat Studi Logistik dan Pengembangan Wilayah, Fary Djemy Francis mengatakan, seminar kali ini merupakan bagian dari tindaklanjut diskusi bersama Menhub dan Komisi V Fraksi Grindra.

"Salah satu rekom dari pertemuan pertama kami diminta melanjutkan lagi diskusi-diskusi tapi libatkan semua komponen. Hari ini lebih lengkap tak hanya bicara soal transportasi taoi komponen lain, Kemaritiman, Bappenas dan Akademisi," ucap Fary.

Fary mengatakan, seminar ini akan dibahas mengenai berbagai tantangan dan peluang khususnya menyangkut transportasi logistik laut dan umumnya sistem logistik nasional.

"Salah satu isu yang nanti bisa dapatkan diskusi ini adalah logistik kita yang sekrang ini moda transportasi pilihannya adalah darat. Contoh Jakarta-Surabaya 800 km. Pilihan 90 persen pilihannya darat, laut itu hanya 9 persen. Padahal kalau ikuti beberapa kajian dia logistik untuk darat jauh 10 persen dari laut," bebernya.

Oleh karena itu, melalui seminar ini mengajak seluruh stakeholder untuk menemukan solusi dialogis, sebuah upaya mencari solusi bersama. 

"Kita coba bersama sama mencari terobosan baru agar dialogistik yang pilihan darat ini bisa alihkan ke laut dan bisa turunkan biaya logistik scara keseluruhan. Termasuk hidupkan Patimban agar sektor pelabuhan di laut jadi pilihan untuk nantinya transportasi darat bisa beralih," terangnya.

Fary menyebut, pengiriman barang masih tergantung pada kapal-kapal kontainer. Padahal, kapal roll-on, roll-off atau roro bisa dimanfaatkan untuk mengirim barang dengan investasi yang lebih murah dan efektif.

"Pilih darat karena darat sistem transportasi lebih baik tol itu. Maka kepastiannya jadi pilihan kalau laut masih beberapa hal perlu kembangkan. Salah satunya kemarin diskusi coba kembangkan transportasi laut sift kontainer ditambah roro utama pelayanan lebih dua hari," tuturnya.

Fary menilai, persoalan logistik nasional disadari sebagai masalah mendesak yang harus mengalami perbaikan berarti untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih optimis.

"Memeberikan kepastian pemerataan pembangunan serta memastikan keterlibatan kita lebih maksimal dalam internasional suplay chain," ucapnya.

Ketua Komisi V DPR 2014-2019 ini juga mengajak ITB untuk menemukan upaya-upaya yang bisa menjadi loncatan bagi penurunan biaya logistik, pada saat yang sama menjamin pemerataan pembangun dan menekan waktu tunggu. 

"Indonesia dapat belajar dari Jepang, Uni Eropa, atau bahkan Filipina yg memiliki karakteristik gegrafis yang sama yakni arcipilego dengan waktu tempuh pelayaran yang rata-rata dibawah 2 hari. Ini sangat efektif dan efisien jika memaksimal roro dan ropax," katanya.

"Kita perlu segera melakun swicht ke arah situ. Cara ini bisa menekat cost logistik, mereka sudah membuktikan, kita bisa belajar dan dari situ menemukan model terbaik bagi peninggkatan logistik oerformance kita," tandasnya.

Editor : Rizal Fadillah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network