BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Dua kelompok mahasiswa dari 13 perguruan tinggi yang ada di Jawa Barat, Banten dan Jakarta mengikuti program Perguruan Tinggi Mandiri Gotong Royong Membangun Desa (PTMGRMD) Nusantara selama dua bulan di dua daerah yang ada di Provinsi Lampung dan Kepulauan Bangka Belitung.
Program ini diprakarsai oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah IV Jawa Barat dan Banten. Program ini diharapkan mampu menebarkan ide dan pemikiran mahasiswa yang ada di Jawa Barat untuk ikut membangun desa di wilayah-wilayah di seluruh nusantara.
Dua wilayah yang menjadi lokasi kegiatan yakni Desa Pekon Negeri Ratu, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung dan Desa Baru, Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Para mahasiswa menggali potensi dari wilayah desa penelitian masing-masing. Beberapa hal yang dikembangkan yakni inovasi pembelajaran di desa, digitalisasi administrasi desa, dan penguatan sumber daya manusia.
Ketua Kelompok Desa Pekon Negeri Ratu, Rizky Tri Paldi dari Universitas Bina Bangsa, Serang Banten, mengatakan, program ini berjalan sejak Juli hingga September 2024 lalu dengan jumlah peserta 13 orang, terdiri dari 4 orang dari Universitas Bina Bangsa, 2 orang dari Universitas Wanita Internasional, 3 orang dari Universitas Komputer Indonesia, dan 4 orang dari Universitas Buana Perjuangan Karawang.
Di desa ini, para mahasiswa memperkenalkan bagaimana belajar seru menggunakan beberapa model pembelajaran dengan media audio visual, yaitu model group investigations, model pembelajaran team games tournaments, dan model pembelajaran student teams achievement divisions.
Menurut dia, program ini memberikan dampak yang cukup signifikan bagi siswa dan masyarakat sekitar lokasi kegiatan. "Misalnya, siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan dan menunjukkan peningkatan hasil belajar," kata dia.
Selain itu, para peserta juga memperkenalkan pohon literasi dan penataan ulang perpustakaan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan literasi dan minat baca anak di desa tersebut. "Siswa kita minta membaca sekitar 10 menit, lalu menuliskan nama di kertas origami. Kemudian ditempelkan pada pohon literasi yang telah dibuatkan untuk meningkatkan minat baca dan literasi. Dampaknya, minat baca siswa meningkat, dan terdapat perbaikan dalam pencapaian raport literasi di sekolah," ucapnya.
Para mahasiswa, lanjut dia, juga menyelenggarakan seminar penggunaan aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM) untuk para guru. Hal ini dilakukan agar para guru memahami fitur aplikasi dan merasa terbantu dalam mencari modul ajar. Apalagi, masih ada sebagian guru yang masih kesulitan menggunakan aplikasi.
"Untuk ibu-ibu, kita selenggarakan pelatihan kerajinan tangan dengan memanfaatkan limbah minyak jelantah menjadi lilin aroma terapi dan didaur ulang menjadi lilin alternatif sebagai penerangan pengganti listrik," kata dia.
Dengan demikian, ibu-ibu rumah tangga yang ada di desa tersebut mendapatkan pengetahuan baru tentang pemanfaatan limbah rumah tangga dan beberapa peserta mulai mencoba membuat lilin sendiri di rumah. Apalagi, minyak jelantah menjadi salah satu limbah yang banyak terdapat di rumah tangga, tetapi pemanfaatannya masih kurang.
Selain itu, para mahasiswa juga membantu dalam hal administrasi desa (SIPANDU KADES) berupa sosialisasi dan pendampingan digitalisasi kantor desa dengan pembuatan blog. Blog ini akan berperan sebagai media untuk membagikan materi pelajaran, informasi pendidikan, kesehatan, UMKM, dan kegiatan terkait kepada komunitas desa.
Hal ini dinilai penting karena bisa menjadi alat untuk mempromosikan potensi desa melalui blog. Terakhir, di desa ini mahasiswa menyelenggarakan pelatihan dan festival untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Digitalisasi menjadi sebuah keharusan bagi UMKM. Makanya, kami berpikir pelatihan digitalisasi bagi UMKM agar transformasi mereka ke arah digitalisasi tidak terlalu terkendala," katanya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Desa Baru, M. Ali dari Universitas Widyatama mengatakan, di grup kedua ini ada 21 orang peserta, yakni 2 orang dari Institut Teknologi Garut, 3 orang dari Universitas Widyatama, 3 orang dari Institut Pendidikan Indonesia, 2 orang dari STKIP Pasundan, 2 orang dari Universitas Galuh Ciamis, 2 orang dari Institut Kesehatan Rajawali, 2 orang dari Jakarta Global University, 3 orang dari Universitas Garut, dan 2 orang Universitas Pasundan.
Di desa ini, kata dia, pihaknya menemukan anak yang tidak bisa baca, tulis, menghitung, dan mengaji pada pendidikan nonformal. Namun, setelah empat minggu kegiatan sekolah bestari dilakukan, yang mulanya tidak bisa membaca, menulis, dan menghitung, setelah mengikuti sekolah bestari, para siswa sudah bisa baca, tulis, dan hitung.
Mahasiswa juga mendirikan Taman Literasi Menara Bestari di Masjid Assalam 1 dan pembuatan website literasi muda Belitung Timur untuk mengangkat wisata Belitung Timur melalui literasi yang dibuat oleh anak-anak Belitung Timur.
Adanya temuan anak yang belum bisa baca tulis itu juga mendorong mahasiswa memberi pelatihan digitalisasi administrasi desa dengan membuat aplikasi pendataan anak tidak sekolah (https://desabaru.my.id/) dan pembuatan logo Desa Baru.
Dengan adanya aplikasi ini, pendataan anak tidak sekolah lebih mudah, efektif, dan efisien sehingga penyajian laporan anak tidak sekolah lebih cepat. Aplikasi dapat digunakan secara maksimal dalam validasi data oleh perangkat desa sesuai dengan kebutuhan.
Sedangkan, Kepala LLDIKTI Wilayah IV, Dr. M. Samsuri menjelaskan terkait PTMGRMD Nusantara 2024, menurutnya kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) menjadi agenda yang bisa dikonversi ke dalam 20 SKS perkuliahan.
“Sebagaimana Permendikbudristek Nomor 53 tahun 2023, dalam kebijakan Kampus Merdeka Mandiri, maksimum 3 semester mahasiswa berkuliah tidak di ruang kelas, melainkan langsung di lapangan,” ujar Samsuri, Rabu (4/12/2024)
Para mahasiswa dibebaskan untuk memilih lokasi mana yang ingin mereka jadikan tempat kuliah kerja nyata (KKN), ada yang di perusahaan, desa, atau NGO.
“Dulu KKN hanya 1,5 bulan, tapi sekarang 4 bulan dan tidak pulang. Semuanya boleh diakui 1 semester penuh atau konversinya 20 SKS,” lanjutnya.
Pada PTMGRMD Nusantara kali ini terdiri dari beberapa perguruan tinggi supaya para peserta bisa saling bertukar pikiran. Ia berharap agar para mahasiswa bisa berbaur dan berkontribusi untuk masyarakat.
“Mahasiswa ini memang jauh dari sempurna, tapi mereka akan banyak belajar. Para mahasiswa bersama dengan semua unsur masyarakat bisa saling menerima dengan tangan terbuka,” ucapnya.
“Tolong ajari anak-anak kami banyak hal. Kalau ada hal-hal yang kurang sesuai, tolong dibina. Mahasiswa akan ATM: amati, tiru dan modifikasi. Semoga bisa memberikan kontribusi di masyarakat,” imbuhnya.
Ia berharap, mahasiswa bisa menciptakan beragam program terbaik untuk masyarakat, seperti pendampingan UMKM, sistem pendidikan informal di masyarakat, dan program kesehatan.
“Saya titip, kita harus bisa meninggalkan sesuatu yang baik dan berdampak bagi masyarakat setempat. Bukan datang hanya main-main, tapi wujudkan dalam sebuah karya nyata. Harus kontekstual sesuai kebutuhan masyarakat di sana,” ucapnya.
Oleh karena itu, ia berpesan agar seluruh program harus terukur dan dilaporkan setiap pekan kepada DPL.
Selain itu, ia pun menegaskan para mahasiswa harus beradaptasi dengan lingkungan. Sebab, untuk bisa berkontribusi, tentunya perlu menjajaki tahap adaptasi terlebih dahulu.
“Bangun komunikasi yang santun. Tidak boleh merasa lebih daripada masyarakat yang ada di sana. Cermati apa yang ada di sana setelah itu buat program yang nyata,” ungkapnya.
Para mahasiswa pun harus memiliki program yang terukur dan berdampak. Untuk mencapai hal tersebut, ia menambahkan, perlu adanya evaluasi secara berkala.
“Setiap pekan perlu dicek progres kemajuan dari mahasiswa, sehingga yang dilakukan selama empat bulan itu harus berdampak. Teman-teman harus menjadi role model dan agen perubahan,” pungkasnya. (*)
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait