"Lalu, adik-adik ini datang, belajar bersama tentang bisnis kecil dan mengajari saya juga untuk memasarkan secara online. Jujur, saya sangat terbantu. Kemarin alhamdulillah sudah ada yang pesan lewat e-commerce,” ungkap Reni.
Bahkan menurut Reni para peserta MBKM mengajaknya untuk berinovasi dengan varian rasa yang baru. Meski sempat beberapa kali gagal, tapi akhirnya mereka menemukan racikan formula yang tepat untuk bolu kijing varian rasa coklat.
“Memang harganya jadi lebih mahal. Kalau original itu Rp10.000/pack. Sedangkan varian cokelat itu Rp13.000/pack karena memang kami pakai cokelat yang terbaik, yaitu Van Houten. Adik-adik mahasiswa juga mengajari saya untuk desain packaging agar lebih menarik. Kalau boleh sih, ditambah saja ya durasi MBKM-nya. Saya sangat terbantu,” harapnya dengan wajah berseri.
Tak hanya kuliner, potensi ekonomi lain pun tergali oleh para peserta dari Kelompok 24 yang mengangkat tema pariwisata. Wisata Terakota atau gerabah Desa Sitiwinangun mengangkat nilai-nilai lokal yang kental.
“Di sini ada 50 pengrajin gerabah, mulai dari manual sampai pembakaran modern juga ada. Kami ingin mengangkat potensi wisata di sini agar para pengrajin bisa memperoleh penghasilan yang lebih baik dibandingkan jika distribusi ke penadah,” ungkap Wulan juru bicara Kelompok 24, mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Cirebon.
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait