BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA.ID--- Promosi perguruan tinggi tak bisa lagi berjalan konvensional berupa penyebaran brosur, pameran, atau korespondensi lainnya. Pada era Society 5.0, promosi harus dilakukan dengan memanfaatkan multiplatform, salah satunya pemanfaatan kecerdasan buatan atau artificial promosi efektif.
Demikian beberaoa catatan webinar nasional bertajuk “Strategi Promosi Perguruan Tinggi di Era Society 5.0” yang dihelat Pengurus Pusat Ikatan Alumni UPI (IKA UPI) berkolaborasi dengan Nakara Foundation pada pada Jumat, 31 Januari 2025.
Webinar menghadirkan narasumber Ketua Perhimpunan Humas Perguruan Tinggi Indonesia (Perhumani) Ahmad Zakiyuddin dan Head of Business Development Tribun Network Kompas Gramedia, Pitoyo. Webinar diikuti 100 peserta dari sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia.
Ahmad Zakiyudin menilai pentingnya setiap humas perguruan tinggi memahami strategi komunikasi dengan baik. Dia tidak memungkiri bahwa komunikasi memiliki banyak strategi, namun pengalamannya mengelola kegiatan kehumasan menunjukkan bahwa komunikasi menggunakan pendekatan persuasif paling efektif untuk menyampaikan pesan.
“Strategi paling efektif aadalah komunikasi persuasif, bertemu langsung dengan target mahasiswa kita di sekolah. Untuk melakukan itu memerlukan tim marketing yang andal. Sayangnya, temuan di lapangan banyak perguruan tinggi tidak memiliki tenaga marketing. Humas punya, tapi tidak punya tim marketing khusus,” kata Ahmad Zaki.
Dalam konteks marketing, sambung dia, konsumen atau target calon mahasiswa tak ubahnya raja. Mereka harus mendapat perlakuan istimewa, sehingga bisa dengan tepat memahami keinginannya. Dia mencontohkan, angka partisipasi pendidikan tinggi di Jabar masih terbilang rendah. Hanya 20 persen lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat setiap tahunnya.
Artinya, ada 80 persen yang tidak kuliah yang membutuhkan literasi dari perguruan tinggi. “Marketing sangat penting dalam divisi perhumasan. Selain itu, kinerja marketing perlu ditopang dengan penguasaan teknologi 5.0,” tandas Ahmad Zaki.
Pendapat Ahmad Zaki ini sejalan dengan pengalaman Pitoyo selama mengmbangkan jejaring media di bawah kelompok Kompas Gramedia, Tribun Network. Pitoyo secara lebih khusus menyoroti aspek strategis pemanaatan AI.
Khususnya bagi kalangan generasi Z atau Gen Z yang dianggapnya lebih akrab dengan teknologi. “Gen Z lebih akrab dengan AI. Tribun Network berada di 35 provinsi di Indonesia. Di sanalah saya mengandalkan Gen Z.
Mereka tidak lepas dari ponsel, baik mata maupun tangan. Mereka ke mana-mana bawa hape. Ketika kita menerapkan pekerjaan _work from home_ dan sekarang _work from anywhere,_ mereka jauh produktif karena mereka bekerja dengan hape,” ungkap Pitoyo.
Pitoyo yang memulai karir sebagai wartawan pada 1990 silam menilai AI memiliki peran penting dalam mempromosikan perguruan tinggi. _Big data_ yang diolah melalui AI akan menghasilkan data sesuai dengan kebutuhan perguruan tinggi dalam membidik calon mahasiswa.
Nah, humas dan marketing membutuhkan penguasaan teknologi informasi untuk optimalisasi fungsi AI tersebut.
Dia mencontohkan, ketika UPI ingin mendeteksi profil calon mahasiswa sesuai dengan target demografis atau kecocokan dengan program studi, maka AI akan memberikan data tersebut. Humas atau tim marketing bisa bertanya kepada Chat GPT atau Gemini maupun mesin aplikasi AI lainnya.
Meski begitu, Pitoyo mengingatkan agar humas dan marketing melakukan verifikasi data yang diberikan aplikasi. Alasannya, _big data_ pada umumnya menggunakan data yang bersumber dari percakapan maya, baik media sosial maupun platform lainnya.
Tanpa verifikasi, bukan tidak mungkin data yang diberikan merupakan data salah yang kemudian berkonsekuensi pada pengambilan keputusan yang salah. “Calon mahasiswa yang cocok di UPI atau di fakultas mana misalnya. Chat GPT hanya menggunakan komen dan interaksi medsos. Untuk personalisasi perlu verifikasi. Tidak semua yang disampaikan dalam percakapan atau interaksi sosial itu benar,” pesan Pitoyo.
Layanan Purnajual Perguruan Tinggi
Sementara itu, dalam pengantarnya mewakili Ketua Umum IKA UPI Enggartiasto Lukita, Sekretaris Jenderal IKA UPI Najip Hendra SP menekankan pentingnya perguruan tinggi memberikan layanan “purnajual” kepada lulusan.
Perguruan tinggi harus mampu memberikan pembinaan berkelanjutan, baik berupa layanan informasi maupun peningkatan kapasitas lulusan. “Dalam konteks marketing, layanan yang baik dengan sendirinya menjadi tools marketing itu sendiri. Pengalaman studi, layanan administrasi akademik, maupun informasi lowongan kerja yang diberikan akan terekam dengan baik dalam memori lulusan atau alumni. Pengalaman ini akan dibagikan melalui media sosial atau disampaikan secara langsung kepada adik-adiknya di SMA. Ini menjadi marketing tersendiri. Ini efektif untuk menggaet calon mahasiswa,” jelas Najip.
Menurut Najip, cara kerja tersebut mirip dengan apa yang terjadi di _marketplace._ Pada umumnya calon pembeli akan melihat _review_ produk yang ditawarkan atau testimoni berdasarkan pengalaman belanja. _Review_ dan testimoni pelanggan awal yang kemudian menjadi pertimbangan pelanggan berikutnya.
Najip mengingatkan bahwa salah satu dari indikator kinerja utama perguruan tinggi adalah profil lulusan. Kemampuan mengakses pekerjaan dalam enam bulan pertama setelah lulus dengan gaji sedikitnya 1,2 upah minimum provinsi (UMP), berwirausaha, dan melanjutkan pendidikan sangat berkaitan dengan keberadaan lulusan. Karena itu, penting bagi perguruan tinggi untuk membangun ekosistem alumni secara kuat.
“Organisasi alumni merupakan katalisator utama dalam pengembangan lulusan. Ekosistem alumni yang kuat dengan sendirinya menjadi penopang utama kemajuan perguruan tinggi,” tegas Najip.***
Editor : Ude D Gunadi
Artikel Terkait