IAW Minta Pemerintah Benahi Perkebunan Sawit dengan Meredefinisi Ulang Hutan

Abbas Ibnu Assarani
Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus. (Foto:Istimewa)

Namun, dalam studi yang dipublikasikan International Journal of Agronomy 2021, satu hektar sawit dapat menyerap 64 ton CO₂ per tahun—jauh lebih tinggi dibanding tanaman jagung yang hanya 30–40 ton. Bila potensi tersebut dikelola dengan pendekatan karbon, Indonesia bisa meraup pendapatan besar dari perdagangan karbon. Dengan harga USD 5 per ton, maka 3 juta hektar sawit dapat menghasilkan USD 960 juta atau sekitar Rp15 triliun per tahun.

IAW menekankan pentingnya kelapa sawit dikelola sebagai solusi iklim berbasis keberlanjutan. Mereka mengusulkan skema insentif fiskal untuk perusahaan yang patuh terhadap prinsip ISPO/RSPO, termasuk pengurangan tarif PPh, akses kredit berbunga rendah, insentif bea ekspor berbasis emisi, hingga sistem pajak karbon yang bisa dikembalikan bila terbukti menyerap karbon secara bersih.

Untuk menjamin transparansi, IAW mendorong pengawasan digital berbasis dashboard terpadu. Sistem ini akan memuat data izin, lokasi GPS, laporan audit BPK, serta status sertifikasi keberlanjutan. Pengawasan juga harus dilakukan secara kolaboratif antara BPK, KPK, dan Kejaksaan Agung sesuai nota kesepahaman antar-lembaga pada 2023.

“Tidak boleh lagi ada penyimpangan teknis seperti pengesahan izin yang tidak diverifikasi lapangan, atau manipulasi luas lahan sawit. Semua harus berbasis data, verifikasi digital, dan live audit,” tegas Iskandar.

IAW juga menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus pada sanksi dan pemulihan, tetapi juga memberi ruang insentif bagi perusahaan yang benar-benar patuh dan pro-lingkungan. Skenario insentif fiskal yang diusulkan meliputi pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) hingga 50% bagi perusahaan sawit yang sudah bersertifikasi ISPO/RSPO, akses kredit berbunga rendah melalui Bank BUMN khusus sawit hijau, insentif bea ekspor berbasis emisi, dan Pajak Karbon yang Dapat Dikembalikan (Refundable Carbon Tax).​

Untuk memastikan pengawasan yang efektif, IAW menekankan pentingnya pengawasan berbasis audit investigatif yang kolaboratif antara BPK, KPK, dan Kejaksaan Agung. Pengawasan berbasis dashboard digital terpadu wajib diadopsi Satgas PKH, yang menggabungkan data izin, posisi GPS, laporan audit BPK, hingga sertifikasi ISPO dan RSPO.​

Editor : Abdul Basir

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network