Sebagai solusi struktural dan legal yang terukur, IAW mengusulkan model penyelesaian alih fungsi hutan meniru pendekatan Badan Bank Tanah, yakni dengan menerbitkan Peraturan Presiden tentang Penataan Perkebunan Sawit dalam Kawasan Hutan. Perpres tersebut menetapkan skema pemberian Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada lembaga negara seperti Perum Perhutani untuk menjadi pemegang mandat atas kawasan-kawasan yang telah terkonversi menjadi kebun sawit.
Di atas HPL tersebut, negara melalui Perum Perhutani dapat memberikan Hak Guna Usaha (HGU) terbatas kepada perusahaan yang memenuhi standar keberlanjutan dan memiliki rekam jejak kepatuhan hukum. Dalam jangka menengah, perusahaan sawit penerima HGU di atas HPL wajib melakukan integrasi agroforestri pada sebagian areal konsesi, demi mengurangi dampak negatif monokultur dan mendukung transisi menuju ketahanan pangan dan energi berbasis lahan berkelanjutan.
Iskandar menegaskan, penanganan alih fungsi hutan menjadi kebun sawit tidak bisa lagi dilakukan secara sektoral dan administratif semata. Diperlukan pendekatan sistemik, interdisipliner, dan lintas kelembagaan yang berbasis audit, hukum, keadilan ekologis, dan prinsip pembangunan berkelanjutan.
"Presiden Prabowo Subianto memiliki momentum emas untuk menata ulang seluruh struktur tata kelola kehutanan nasional. Sawit bukan sekadar komoditas ekonomi, tetapi juga dapat menjadi instrumen pengelolaan karbon nasional dan alat diplomasi iklim strategis bagi Indonesia dalam forum global," pungkas Iskandar. (*)
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait