BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Ironi tengah menyelimuti wajah pemerintahan Jawa Barat. Di tengah kampanye masif Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi soal penghapusan pajak kendaraan bermotor untuk rakyat, justru dirinya tersandung kasus pribadi, menunggak pajak mobil mewah miliknya sendiri.
Mobil yang dimaksud bukan kendaraan biasa. Sebuah Lexus LX600 4x4 tahun 2022 dengan nilai fantastis nyaris Rp2 miliar, bernomor polisi B 2600 SME.
Data resmi Pemprov DKI Jakarta per 19 April 2025 menyebutkan bahwa kendaraan itu menunggak pajak sejak 19 Januari 2025, dengan jumlah tagihan sebesar Rp41,7 juta.
Sontak, publik mempertanyakan kredibilitas Dedi. Bagaimana mungkin seorang gubernur yang menginisiasi program penghapusan pajak kendaraan dari Maret hingga Juni 2025, justru lalai pada kewajiban dasar sebagai wajib pajak.
Fakta nunggak pajak itu mencuat setelah salah satu akun media sosial mempublikasikan data resmi Pemprov DKI Jakarta per 19 April 2025. Dalam data itu, tertera bahwa pajak kendaraan bernomor polisi B 2600 SME milik sang gubernur telah jatuh tempo sejak 19 Januari 2025.
Yang menarik, Dedi Mulyadi tidak membantah. Melalui akun TikTok resminya, ia mengonfirmasi kepemilikan mobil tersebut.
Namun alih-alih langsung membayar, ia justru berdalih bahwa keterlambatan terjadi karena mobil masih berpelat Jakarta dan sedang dalam proses mutasi ke Jawa Barat.
“Tidak elok rasanya sebagai Gubernur Jawa Barat, saya menggunakan pelat Jakarta,” ucap Dedi dikutip dari akun TikTok pribadinya, Selasa (22/4/2025).
Pernyataan tersebut sontak memantik kontroversi. Banyak yang mempertanyakan, apakah etika estetika pelat nomor lebih penting daripada tanggung jawab membayar pajak tepat waktu.
Apalagi, status jabatan publik semestinya menjadi contoh dalam kepatuhan terhadap aturan, bukan justru mengakali celah administratif.
Dedi juga menjelaskan bahwa mobil tersebut masih dalam masa kredit dan berada di bawah kendali pihak leasing, yang saat ini tengah memproses mutasi ke Jabar. Dia menegaskan bahwa tunggakan pajak akan dibayar begitu proses mutasi selesai.
“Nanti saya bayar pajaknya di Jawa Barat, untuk kepentingan rakyat Jabar,” tegasnya.
Namun, publik tak tinggal diam. Banyak warganet menilai alasan ini seperti bentuk "pengalihan kewajiban". Alih-alih segera menuntaskan tanggung jawab, Dedi malah membawa isu ini ke ranah simbolik, loyalitas daerah yang justru memperkeruh citra pejabat publik.
Dedi Mulyadi memang dikenal konsisten menggunakan pelat nomor daerah tempat ia menjabat. Ia menyebut hal serupa dilakukan ketika menjabat Bupati Purwakarta.
“Saat jadi bupati, semua mobil saya berpelat Purwakarta. Sekarang semua pelatnya Jawa Barat,” ucapnya.
Meski akhirnya menyampaikan permohonan maaf dan berterima kasih atas kritik publik, banyak yang menilai kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dan konsistensi pejabat dalam urusan publik dan pribadi.
"Sejak jadi bupati purwakarta saja mobilnya mewah2, doi make range over juga loh, alfard dll, sederhaba habya buat ngelabui yg sdm rendah!," komentar warganet.
"Pleaseee lah warga indo, jgn liat pemimpin dari cara hidup nya merakyat2, lu tau pencitraan kan? Itu pejabat pada pencitraan mulu, ga mulyono ga dedi mulyadi, org indo suka bner orang-orang deso yg pura2 merakyat, hadehhhh," ujar warganet lain.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait