Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Abdul Muiz Ali (Kiai AMA), menambahkan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan pertimbangan syariat Islam, perkembangan medis, dan kaidah-kaidah ushul fikih terkait metode kontrasepsi yang dikenal dengan istilah medis operasi pria (MOP).
"Vasektomi pada dasarnya adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, yang dilarang dalam pandangan syariat. Namun, dengan adanya perkembangan teknologi medis yang memungkinkan rekanalisasi (penyambungan kembali saluran sperma), hukum bisa berbeda jika memenuhi syarat-syarat tertentu," kata Kiai AMA.
Adapun lima syarat yang memungkinkan vasektomi menjadi pengecualian hukum haram antara lain:
- Vasektomi dilakukan untuk tujuan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
- Vasektomi tidak menyebabkan kemandulan permanen.
- Ada jaminan medis bahwa rekanalisasi bisa dilakukan dan fungsi reproduksi pulih seperti semula.
- Vasektomi tidak menimbulkan mudharat bagi pelakunya.
- Vasektomi tidak dimasukkan ke dalam program kontrasepsi mantap.
Meski demikian, Kiai AMA menegaskan bahwa hukum keharaman vasektomi tetap berlaku karena rekanalisasi, meskipun mungkin dilakukan, belum bisa menjamin normalnya saluran sperma seperti semula.
"Rekanalisasi hingga kini masih sulit dilakukan dan tidak bisa menjamin pengembalian fungsi seperti semula," tegas Kiai AMA.
Editor : Agung Bakti Sarasa
Artikel Terkait