Senada dengan hal tersebut, Ketua POKJA Prevensi dan Rehabilitasi Kardiovaskular PERKI, dr. Abdul Halim Raynaldo, SpJP(K), mengingatkan bahwa PKV bukan hanya isu medis semata, melainkan juga persoalan sosial dan ekonomi yang berdampak luas bagi negara.
"Ini bukan hanya persoalan medis, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Negara membutuhkan langkah strategis dan komprehensif untuk mencegah bencana kesehatan yang lebih besar di masa depan. Tanpa perubahan paradigma dan komitmen bersama, kita akan terus menghadapi beban ekonomi dan sosial akibat penyakit kardiovaskular. Deklarasi Ina Prevent 2025 adalah langkah strategis yang kami harap dapat menjadi tonggak transformasi kesehatan jantung di Indonesia," tandas dr. Abdul Halim.
Deklarasi InaPrevent 2025 juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi lintas sektor. PERKI menargetkan penguatan sinergi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, hingga Yayasan Jantung Indonesia untuk membangun sistem rujukan yang efektif.
"Penyakit kardiovaskular adalah ancaman nyata, dan pencegahan adalah solusi yang paling efisien. Kolaborasi adalah kata kunci," tegas perwakilan PERKI.
Untuk mewujudkan program nasional ini, PERKI menyerukan dukungan penuh dari pemerintah dan para pemangku kebijakan dalam bentuk regulasi, pendanaan, serta sinergi lintas sektor. Langkah ini diharapkan dapat menjadi awal perubahan besar dalam menekan angka penyakit jantung di Indonesia.
Editor : Agung Bakti Sarasa
Artikel Terkait