BPK RI menemukan bahwa perhitungan tunjangan perumahan tersebut diduga dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa dasar hukum yang kuat, serta terindikasi tidak memenuhi prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Gerakan Pemuda Peduli Perubahan Indramayu (PPPI) bahkan mengungkapkan bahwa anggaran belanja tunjangan perumahan untuk para anggota dewan Indramayu ini mencapai angka fantastis, yakni Rp 16,8 miliar untuk satu tahun anggaran 2022.
Secara rinci, Ketua DPRD Indramayu diduga menerima tunjangan sebesar Rp 40 juta per bulan (Rp 480 juta per tahun), Wakil Ketua sebesar Rp 35 juta per bulan (Rp 420 juta per tahun), dan anggota dewan masing-masing Rp 30 juta per bulan (Rp 360 juta per tahun).
Jika ditotal dengan gaji, biaya transportasi, dan biaya reses, rata-rata pendapatan anggota dewan Indramayu diperkirakan berkisar antara Rp 60 juta hingga Rp 80 juta per bulan, atau mencapai Rp 700 juta hingga Rp 1 miliar per tahun.
PPPI menilai bahwa besaran tunjangan perumahan ini tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
Dalam laporan pengaduannya kepada Kejati Jabar, PPPI menduga adanya pelanggaran terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta Pasal 263 KUHP terkait penggunaan dokumen atau surat tidak sah dalam pencairan anggaran negara.
Editor : Agung Bakti Sarasa
Artikel Terkait