BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Ditreskrimum Polda Jabar menunjukkan tampang 13 tersangka sindikat perdagangan bayi yang telah menjual 25 korban asal Jawa Barat sejak 2023. Ke-13 tersangka dijerat Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Para terangka dijerat Pasal 83 Undang-undang No. 17 tahun 2016 tentang penetapan Perpu No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 2 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 6 UU No. 21 tahun 2007 tentang TPPO dan atau Pasal 330 KUHPidana. Ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Identitas tersangka antara lain, Maryani (33) berperan sebagai penampung; Yenti (37) penampung, Yenni (42) penampung dan pengasuh bayi; Djap Fie Khim (52) berperan mengantar ke Singapura dan pengasuh bayi; Anyet (26) mengantar ke Singapura dan pengasuh bayi.
Fie Sian (46) mengantar ke Singapura dan pengasuh bayi; Devi Wulandara (26), pengantar ke Singapura dan pengasuh bayi; Anisah (31) pengantar ke Singapura, pengasuh bayi, dan mencari orang tua paslu.
A Kiau (58), pengantar dari Jakarta ke Kalimantan dan Singapura, serta pengasuh bayi; Astri Fitrinika alias Fira alias Desa alias Aisyah Nur Hasanah alias Annisa (26) perekrut bayi. Tersangka Astri Fitrinika telah merekrut 25 bayi sejak 2023.
Djaka Hamdani Hutabarat (35) perekrut bayi; Elin Marlina alias Erlina (38) perekrut bayi; Yuyun Yuningsih alias Mama Yuyun (46) perekrut bayi.
Para tersangka tercatat sebagai warga Kabupaten Bandung, Jakarta, dan Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan, para tersangka telah melakukan tindak pidana perdagangan orang sejak 2023.
"Mereka telah menjual 25 bayi. Para pelaku membeli bayi sejak dalam kandungan. Tersangka menyerahkan bayi-bayi baru lahir kepada penampung M, Y, W, dan J dengan harga berkisar Rp10 juta-Rp16 juta," kata Kabid Humas, Kamis (17/7/2025).
Kemudian, ujar Kabid Humas, penampung M dan YT merawat bayi-bayi tersebut dengan pengasuh tersangka YN. YN digaji oleh tersangka L sebesar Rp2,5 juat dan Rp1 jt biaya keperluan bayi.
Setelah bayi berusia di atas 2-3 bulan, atau sesuai permintaan tersangka L, bayi- bayi tersebut dikirim ke Jakarta. Proses pemindahan bayi dilakukan oleh YN. Penyerahan bayi tergantung arahan L.
Selanjutnya, bayi-bayi tersebut dipindahkan ke Pontianak oleh L melalui AHA untuk dibuatkan dokumen yang berkaitan dengan jati diri bayi seperti, akte kenal lahir, dan paspor. Untuk dokumen itu, tersangka AHA melakukan pemalsuan.
Selain membuat dokumen bayi, tersangka AHA juga mencarikan orang tua kandung palsu untuk bayi dengan cara memasukkan identitas bayi kedalam kartu keluarga (KK), dan mendapat im alan sebesar Rp5 juta-Rp6 juta.
Selama berada dipontianak, bayi-bayi tersebut, diasuh oleh beberapa pengasuh yang berada dibawah kendali tersangka AHA. Setiap pengasuh mendapat bayaran sebesar Rp2,5 juta per anak.
"Bayi-bayi itu selanjutnya diadopsi secara ilegal di Singapura. Korban berangkat ke luar negeri sesuai data imigrasi dan dokumen. Sebanyak 15 bayi telah dijual ke Singapura, berusia sekitar 5-14 bulan," ujar Kombes Hendra.
Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan mengatakan, total bayi yang dipedagangkan oleh sindikat ini sebanyak 25 orang. Sebanyak 15 bayi telah dijual ke Singapura, 6 berhasil diamankan yang saat ini berada di sebuah panti asuhan di Kota Bandung, dan 4 bayi lainnya masih dalam pencarian. Sebab empa bayi itu ditolak masuk ke Singapura karena tidak dilengkapi dokumen sah.
"Barang bukti yang disita dari para tersangka antara lain, 26 lembar fotokopi akta lahir; 15 lembar fotokopi kartu keluarga; 26 KTP; 8 akta perkawinan; 2 bundel hasil laboratorium, 5 bundel paspor, 4 bundel rekening koran; 9 handphone; 1 lembar dokumen cap notaris; 1 ayunan bayi; 2 kartu identitas anak; dan 1 buku kesehatan ibu dan anak," kata Dirreskrimum.
Tiga DPO
Selain menangkap 13 tersangka, penyidik Ditreskrimum Polda Jabar juga menetapkan tiga orang sebagai buron atau Dalam Pencarian Orang (DPO).
Tiga DPO itu antara lain, Lie Siu Luan alias Lily S alias Popo alias Ai (69) berperan sebagai agen Indonesia, Siu Ha Alias Lai Siu Ha alias Eni alias AHA (59) berperan sebagai pembuat dokumen palsu dan pencari orang tua palsu; dan Wiwit berperan sebagai perantara.
Dirrekrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan mengatakan, Polda Jabar telah meminta Imigrasi menetapkan status red notice terhadap para DPO. "Kami buru para DPO sampai tertangkap," kata Dirreskrimum.
Kombes Surawan menyatakan, dari 25 bayi yang menjadi korban sindikat ini, 12 berjenis kelamin laki-laki dan 13 perempuan. Bayi-bayi itu dibuatkan akte kelahiran dimasukkan ke dalam KK seseorang di Pontianak. Orang itu palsu mendapatkan bayaran. Dari akta palsu itu, dibuatlah paspor untuk bayi. Setelah semua lengkap, bayi dibawa ke Singapura.
"Nah ketika ke Singapura, orang tua palsu juga ikut ke sana. Seolah-olah dia adalah orang tua asli dari bayi itu, menyampaikan bahwa memang karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan perawatan, sehingga mereka menjual bayi untuk diadopsi oleh adopter di Singapura," ujar Kombes Surawan.
Saat ini, penyidik tengah mendalami para adopter di Singapura. Namun sampai saat ini, penyidik belum mendapatkan data para adopter di Singapura.
"Besok kami akan melakukan penyelidikan di Pontianak, di rumah para tersangka ini untuk mengambil dokumen-dokumen yang masih belum kita dapatkan. Terutama dokumen adopter," tuturnya.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait