"Karena kalau saya di kampung terus, daerah itu SMP nya jauh. Apalagi SMA, harus ke kota. Jaraknya kurang lebih 20 kilometer. Tapi kan zaman dulu mobil masih jarang. Biasanya kita kalau ke kota naik sado atau jalak kaki," ujar Mayjen Kosasih.
Kelas VI SD, tutur Mayjen Kosasih, pindah ke Jakarta. Rumah kontrakan orang tuanya berada persis di samping sebuah masjid. Karena rumah kontrakan kecil, mau tidak mau Kosasih menjadi marbot di masjid itu.
Di masjid, Kosasih kecil membantu membersihkan tempat ibadah itu sekaligus mengajar mengaji anak-anak sekitar. Akhirnya, oleh pengurus masjid KH Zaenal Abidin, pegawai Departemen Agama (Dapag), mengizinkan Kosasih tinggal di masjid.
Akhirnya, KH Zaenal Abidin memberikan kepercayaan kepada Kosasih yang baru duduk di bangku SMP menjadi marbot di masjid itu dan mengajar mengaji anak-anak hingga SMA.
Beruntungnya, Kosasih memiliki modal ilmu mengaji Alquran saat masih di kampung. Ilmu itu diperoleh Kosasih saat belajar di pesantren.
"Akhirnya saya bisa praktekkan ilmu saya waktu kecil di pesantren. Pada akhirnya, saya sampai SMA jadi marbot di masjid itu," tutur Mayjen Kosasih.
Perjuangan Mayjen Kosasih tak hanya itu. Selain marbot, Kosasih juga bekerja kuli bangunan. Siang sekolah, pagi bekerja kuli bangunan di toko material Dua Saudara.
Dari pekerjaan ini, Kosasih mendapatkan uang walaupun nominalnya tidak besar tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah.
Untuk menambah bekal sekolah, Mayjen Kosasih kala itu juga berjualan es mambo yang harganya Rp25 per buah. Bahkan, Kosasih tak sungkan menjual koran sambil iseng mengisi Teka Teki Silang (TTS). Karena TTS melatih otak untuk berpikir.
Gemblengan hidup sejak SMP hingga SMA akhirnya membentuk karakter Mayjen TNI Kosasih menjadi manusia kuat, pantang menyerah, dan kokoh dalam iman.
Lulus Seleksi AKABRI
Menurut Mayjen Kosasih, menjadi seorang tentara terbuka untuk siapa saja. Marbot, santri, atau apa pun, tidak menutup jalan untuk menjadi TNI dan polisi.
Mayjen Kosasih mengaku, menjadi tentara bukanlah cita-cita masa kecil. Orang tua Kosasih justru mengarahkan Kosasih kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) kini Universitas Islam Negeri (UIN). Sebab, sang ayah menginginkan Kosasih menjadi ustaz.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait
