Kemudian ada juga pasien yang merasa telah sembuh walaupun baru berobat jalan 1-2 bulan. Selain itu, masih banyak orang yang merasa malu saat ada keluarganya yang terkena TBC.
Sehingga masih banyak masyarakat yang melakukan kontak erat dengan pengidap TBC tetapi tidak melakukan pengobatan. Padahal, penularan penyakit TBC relatif mudah lantaran bisa lewat udara.
Seharusnya, kata Nina, keluarga atau siapa saja yang kontak erat dengan pengidap melakukan terapi pencegahan TBC yang bernama TPT. Akibat tidak melakukan itu, tak sedikit mereka jadi terkena dan ikut menularkan.
Selanjutnya, penyebaran TBC diperburuk oleh tidak terdeteksinya penyakit ini saat pengobatan. Menurutnya, banyak warga yang merasa terkena flu serta batuk biasa, sehingga mereka hanya menjalani pengobatan biasa.
"Mungkin dianggap flu biasa, batuk biasa, padahal sudah sering, sudah lama. Karena informasinya tidak benar, sehingga (saat berobat) tidak diperiksa dahak, tidak dirontgent," ucapnya.
Nina menambahkan, tingginya penyebaran TBC terjadi lantaran minimnya pendataan terutama dari fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Ia menilai, banyak klinik maupun rumah sakit swasta yang tak melaporkan apabila sedang mengobati pasien TBC.
"Kepatuhan untuk melapor juga kecil. Ini menambah beban untuk menurunkan TBC," bebernya.
Sementara itu, Ketua Tim Pencegahan, Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular Dinkes Jabar, M. Yudi Koharudin menjelaskan, terdapat tiga indikator apabila ingin menurunan bahkan menghilangkan penularan TBC. Pertama adalah penemuan kasus harus mencapai target sehingga tak ada lagi masyarakat yang tidak mengetahui apabila mengidap TBC.
Editor : Zhafran Pramoedya