Bahasa Sunda Priangan pun menjadi berkasta-kasta seperti bahasa lemes pisan (halus sekali), lemes (halus), sedeng (sedang), kasar (kasar), dan kasar pisan (kasar sekali). Bahasa yang halus digunakan kepada penguasa dan kerabat yang lebih tua.
Sistem yang dikenal sebagai Undak-Usuk Bahasa Sunda (UUBS) ini kemudian diadopsi oleh pemerintah Hindia Belanda yang mengajarkan lewat sekolah rakyat cara berbahasa Sunda 'secara benar'.
Uniknya, justru Kadipaten Cianjur yang para menak dan rakyatnya dikenal sebagai pengguna bahasa Sunda paling lemes (halus) di wilayah Priangan. Bahkan Cianjur dipercaya oleh Belanda sebagai tempat pembuangan pahlawan lokal seperti Pangeran Hidayatullah (Banjar), Sultan Ahmad Najmuddin II (Palembang) dan Datuk Badiuzzaman Surbakti (Sunggal).
Di sisi lain, masih ada penutur bahasa Sunda di Cirebon yang masih menggunakan bahasa Sunda lama, lalu penutur bahasa Sunda di Bogor, Karawang dan Banten masih bebas dari pengaruh Mataram dan tidak mengikuti kaidah UUBS. Daerah-daerah ini dikenal sebagai penutur "bahasa wewengkon" (bahasa wilayah) Sunda.
Editor : Zhafran Pramoedya