BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Middle Income Country Trap (MICT) atau jebakan negara berpenghasilan menengah adalah istilah yang sudah mulai akrab di telinga masyarakat. Negara Indonesia dengan income per kapita 4000 USD sudah masuk Negara G20 yakni 20 negara-negara dengan kapasitas ekonomi terbesar di dunia.
Bahkan, baru saja Indonesia melepaskan posisi sebagai Presidensi G20 dimana negara ini dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi memperoleh sambutan dan pujian luar biasa dari masyarakat dunia. Banyak sekali “people on the street” di negara-negara barat seperti USA sekarang mulai mengenal Indonesia, bukan hanya Bali.
"Patut diakui ini berkat keberhasilan kepemimpinan Pak Jokowi yang “out of the box” tapi sangat fokus pada percepatan pembangunan infrastruktur yang luar biasa cepat dibarengi dengan program hilirisasi di bidang mineral dan pertanian," kata Alumni Unpad FH 82, Syarif Bastaman, Senin (1/5/2023).
Syarif menyebut, Presiden Jokowi telah mewariskan kepada masyarakat harta melimpah berupa insfrastruktur jalan tol, jalan biasa, bandara, pelabuhan, waduk-waduk untuk irigasi pertanian, pembangkit listrik yang sangat banyak.
"Tentu semua itu menjadi bekal dan modal bagi estafet kepemimpinan berikutnya agar kita benar-benar bisa keluar dari MICT," ungkapnya.
Menurutnya, kebanyakan negara tidak berhasil keluar dari MICT. Mereka seumur hidup menjadi negara dengan income per kapita menengah atau sekitar 5000an usd.
Bahkan, banyak yang kemudian turun kembali menjadi negara miskin. Hal itu dikarenakan adanya korupsi, konflik internal, perang juga karena faktor fundamentalisme.
Syarif mengungkapkan, banyak pengamat termasuk Bank Dunia dan banyak pemimpin-pemimpin negara maju meramalkan Indonesia, jika tetap dalam track yang benar sesuai dengan tatanan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, akan dapat keluar dari MICT dan naik menjadi negara dengan income tinggi dalam waktu 10 tahun yad.
"Dalam kurun itu, per kapita kita, dengan melanjutkan program dan memanfaatkan infrastruktur yang melimpah dapat mencapai 12,000 usd atau 3 kali dari saat ini," terangnya.
"Kita bisa mengejar Singapore dan Korea Selatan menjadi negara maju atau negara kaya. Syaratnya sederhana, kita fokus pada pembangunan. Pembangunan yang berkualitas, yaitu yang merata dan berkeadilan," tambahnya.
Maka itu, lanjut Syarif, Pilpres 2024 adalah peristiwa penting dan strategis agar bisa menggunakannya sebagai momentum untuk melanjutkan pembangunan kalau perlu dengan lebih cepat lagi dan lebih berkualitas.
"Kita alumni Unpad, adalah kelompok masyarakat intelektual, terdidik," ujarnya.
Syarif menyebut, ciri masyarakat intelektual adalah memiliki fondasi teoritis, logika atau akal sehat yang kuat serta memiliki standard ethics yang tinggi.
"Kita disebut sebagai kelas menengah dalam masyarakat, yaitu kelas yang rasional dan independen. Kelas yang sering disebut sebagai agent of change," ungkapnya.
"Kita bukan orang-orang yang mendukung pilihan secara membabi buta, melupakan akal sehat dan bukan juga yang rela melacurkan harga diri, nama baik kita," sambungnya.
Dalam konteks itulah, kata Syarif, pihaknya sepakat mendukung Ganjar Pranowo dalam Pemilihan Presiden 2024 nanti.
"Agar dalam 10 tahun ke depan bangsa Indonesia naik kelas menjadi negara maju, negara kaya," imbuhnya.
Dalam rangka mempertebal fondasi keyakinan pilihan pada Ganjar Pranowo untuk menjadi presiden, menurutnya bahwa Indonesia ini membutuhkan pemimpin yang tidak memiliki kepentingan pribadi terutama dalam soal menumpuk kekayaan.
"Pemimpin publik itu idealnya adalah orang-orang yang memang siap untuk mewakafkan dirinya, waktunya, tenaganya, pikirannya dan hidupnya bagi semata-mata kepentingan dan keuntungan publik tanpa berharap balas dalam bentuk kekayaan, kemudahan hidup atau kemewahan," terangnya.
Masih menurutnya Syarif, pemimpin ideal adalah orang yang hanya berharap imbalan kerja kerasnya berupa senyuman rakyat, teriakan-teriakan gembira, salaman erat dan pelukan hangat.
"Pak Jokowi adalah typical seperti itu. Kekuatan beliau adalah cinta tulusnya kepada rakyat dan fokus pikirannya 24 jam sehari hanya untuk membahagiakan rakyat," katanya.
"Betul-betul tidak punya keinginan untuk menggunakan jabatannya bagi keuntungan pribadi dan keluarga. Beliau tidak menumpuk kekayaan apalagi korupsi. Jauh. Zero vested interest. Beliau adalah orang yang mengenal kata cukup, orang yang sudah selesai dengan dirinya," tambahnya.
Syarif menilai, sosok seperti Jokowi tersebut kini ada pada diri Ganjar Pranowo. Bahkan, keduanya memiliki latar belakang kehidupan dan lingkungan yang mirip.
"Lingkungan kehidupan dan tempaan pengalaman hidup seperti kebanyakan kita. Maka itu saya yakin GP akan meneruskan legacy Pak Jokowi. Dia juga sudah selesai dengan dirinya. Dia tidak akan korupsi atau KKN," ucapnya.
"Dia tahu betul bahwa syarat utama agar negri ini naik kelas menjadi negara maju dengan income tinggi, meningkatkan income per kapita kita dari 4000 USD menjadi 12000 USF dalam 10 tahun, keluar dari MICT adalah dengan menerapkan good governance, clean government dan membentengi pemerintahan dari rongrongan oligarki yang akan melahirkan korupsi dan high cost economy," tuturnya.
Syarif mengaku, dirinya sudah mengenal Ganjar Pranowo sejak lama. Karena itulah, pandangan ini bersifat obyektifitas yang subyektif.
"Tapi anggaplah saya orang yang agak jujur dan agak kritis, sehingga pengalaman dan kesaksian ini bolehlah dijadikan referensi tambahan bagi perkuatan fondasi keyakinan pilihan kita," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah