BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat mencatat, PT Taman Satwa Eksotik yang dimanajeri oleh Alshad Ahmad menjadi satu-satunya lembaga di Jabar yang memperoleh izin penangkarkan harimau Benggala.
Kepala BBKSDA Jabar, Irawan Asaad mengatakan, izin yang diperoleh Alshad Ahmad tersebut karena fasilitas penangkarannya yang dinilai sudah layak dan sesuai dengan aturan yang tertera dalam Permenhut 19 Tahun 2005.
"Kalau penangkaran banyak, ada 88 tapi kan bukan cuma harimau, ada burung, reptil. Kalau Benggala cuma satu. Jadi di kami itu ada satu yang melihara Benggala atau kucing besar kita sebutnya ya, itu di Alshad," ucap Irawan, Sabtu (29/7/2023).
"Secara aturan kandang itu layak dia miliki. Gak mungkin ada izinnya keluar kalau gak layak," tambahnya.
Meski diberikan izin penangkaran, kata Irawan, pihaknya meminta Alshad Ahmad untuk rutin melapor ke BBKSDA terutama soal kematian dan kelahiran harimau.
Sebab, berdasarkan data yang dihimpun oleh BBKSDA dan laporan dari Alshad Ahmad itu berbeda. Saat ini ada tujuh harimaunya yang mati yang dilaporkan sepuru Raffi Ahmad itu, sedangkan BBKSDA baru menerima enam laporan.
"Itu (Harimau Benggala) boleh dipelihara, itu atas izin dari kami, itu dia melaporkan sakit, mati, kita cek. Seperti itu," ungkapnya.
Irawan memastikan, pihaknya saat ini sedang melakukan evaluasi terhadap izin penangkaran Harimau Benggala yang diberikan kepada Alshad Ahmad.
"Kami sedang melakukan evaluasi tahap awal, nanti setelah timnya turun, kami akan evaluasi itu secara menyeluruh," imbuhnya.
Di sisi lain, tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah diturunkan untuk mengevaluasi. Dalam tim tersebut, terdapat Badan Riset dan Inovasi (BRIN) yang akan meneliti secara ilmiah kematian bayi harimau tersebut.
"Jadi kan ada dua otoritas di sini, yang pertama adalah otoritas ilmiah yakni BRIN, dia sebagai otoritas ilmiah, sementara tim yang kedua adalah kami dari KLHK sebagai otoritas pengelola," jelasnya.
Irawan menyebut, tim sudah melakukan nekropsi atau pembedahan atas bangkai bayi harimau bernama Cenora itu untuk diambil sampelnya. Sampel itu selanjutnya sudah dikirimkan ke Pusat Laboratorium Primata di Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk diteliti lebih lanjut.
"Karena kami bukan ahlinya mengetahui penyebabnya apa, bersama dokter hewan melakukan nekropsi, dicek dibedah dan segala macam, terus sampelnya dikirim ke Pusat Laboratorium Primata di IPB di Bogor untuk mengetahui lebih lanjut," katanya.
Menurutnya, penelitian untuk mengungkap penyebab kematian bayi harimau tersebut harus dilakukan dengan mengedepankan aspek keilmiahan.
"Semuanya berbasis ilmiah, kami tunggu hasil dari dokternya," ujarnya.
Nantinya, hasil rekomendasi atas penelitian yang dilakukan oleh BRIN akan dijadikan sebagai acuan dalam mengambil keputusan. Diharapkan, hasil evaluasi dapat membuat tata kelola dalam pemeliharaan Harimau Benggala menjadi lebih baik.
"Teman-teman BRIN akan memberikan rekomendasi ini mau seperti apa kemudian pembinaannya mau seperti apa nih, karena ya ada satwa yang mati, bagaimana tata kelolanya dan bagaimana administrasi segala macam, nanti kami tinjau dari segala aspek," terangnya.
"Menjadi tidak baik kalau kita men-judge orang ini begini atau begitu. Kita tunggu apa hasilnya, biarlah dia berbasis ilmiah," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah