BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA - Peran partai politik (parpol) dalam mensukseskan pemilu di Indonesia sangat penting dan besar. Hal ini bukan hanya untum sukses dalam memenangkan parpol atau pasangan di pemilu, tetapi juga menjadikan kehidupan masyarakat harmonis dan kondusif.
Diketahui, setiap pelaksanaan pemilu di Indonesia, diwarnai polarisasi. Bahkan, sejak 2014 hingga 2019, polarisasi terus menguat seiring perkembangan teknologi digital dan media sosial (medsos). Lalu, apakah parpol sudah melakukan literasi agar kader atau pendukungnya tidak termakan berita hoaks atau justru menjadi penyebar berita bohong itu?
Pengamat Politik dan Pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan mengatakan, parpol di Indonesia harus melakukan literasi guna mencegah berita hoaks pada tataran saat kampanye.
"Jadi parpol di Indonesia hanya akan melakukan literasi hoaks saat kampanye tidak ditekankan setiap saat. Di Pemilu 2014 dan 2019 itu parpol banyak melakukan kampanye bagi programnya dan isu simbolik lain. Memang tidak salah karena itu kampanye positif," kata Firman Manan, Kamis (21/12/2023).
Firman Manan menyatakan, pada 2014 dan 2019, parpol banyak mengangkat isu agama, kedaerahan, dan personal orang per orang. "Nah ini harus dihindari, dan ini menjadikan sebuah pemahaman masyarakat kita beda, sehingga tidak boleh dilakukan dengan menyudutkan atau mengangkat isu-isu sensitif," ujar Firman.
Pada Pemilu 2024, pemerintah sudah melakukan berbagai langkah pencegahan hoaks agar tidak berdampak serius, saat tahapan, pelaksanaan, dan pascapemilu pada 14 Februari 2024. "Masyarakat kita ini hanya 9 persen yang berasal dari lulusan perguruan tinggi. Sembilan persen ini dianggap memahami bagaimana kampanye, mana itu kampanye negatif dan yang positif," tutur dia.
Sedangkan sisa dari 9 persen, itu masyarakat yang berlatar pendidikan dari lulusan SD sampai SMA di semua strata golongan. "Pemerintah melalui Kemenkominfo, Polri, TNI, BIN hingga penyelenggara pemilu, yakni, KPU dan Bawaslu terus berupaya agar masyarakat tidak termakan hoaks di pemilu 2024," ucap Firman Manan.
Firman Manan menyatakan, parpol harus bisa legowo ketika partai dan pasangan capresnya diserang hoaks.
"Ada fenomena di Pilpres 2008 di Amerika Serikat saat Barack Obama berpasangan dengan John McCain. Saat itu, pendukung McCain menyerang Obama dengan hoaks bahwa Obama itu masuk golongan Islam radikal dan sebagainya. Namun Cawapres John McCain menjelaskan Obama adalah rakyat Amerika yang siap membangun Amerika dan itu diklarifikasi oleh tokoh langsung, " ujar dia.
Dari penjelasan fenomena di Pilpres Amerika Serikat 2008 itu, kita bisa belajar agar elit politik kita dewasa dalam menyikapi perbedaan.
"Intinya dewasa dalam menyikapkan perbedaan itu penting, dan itu harus ditunjukkan oleh tokoh politik di negeri ini agar masyarakat bisa melihat dan mengikuti tokoh politik pilihannya, tanpa harus mengorbankan silaturahmi, karena setelah 14 Februari 2024 nanti keluar dari bilik tempat pemungutan suara (tps) ya selesai, dan masyarakat kembali lagi beraktifitas ke kehidupannya. Maka kedewasaan tadi yang harus di kedepankan," tutur Firman Manan.
Editor : Ude D Gunadi