Menanggapi hadits tersebut, Ibnu Hajar berkata: Hadits ini menjelaskan bolehnya menjadikan non-muslim sebagai pembantu, dan menjenguknya jika ia sakit. (Lihat: Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, juz 3, halaman: 586).
Pada hadits di atas, Nabi mencontohkan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada non-muslim yang tidak menyakiti mereka. Mengucapkan selamat Natal merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada mereka, sehingga diperbolehkan.
Dari pemaparan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang ucapan selamat Natal. Ada yang mengharamkan, dan ada yang membolehkan.
Umat Islam diberi keleluasaan untuk memilih pendapat yang benar menurut keyakinannya. Maka, perbedaan semacam ini tidak boleh menjadi konflik dan menimbulkan perpecahan.
Jika mengucapkan selamat Natal diperbolehkan, maka menjaga keberlangsungan hari raya Natal, sebagaimana sering dilakukan Barisan Ansor Serbaguna (Banser), juga diperbolehkan. Dalilnya, sahabat Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu menjamin keberlangsungan ibadah dan perayaan kaum Nasrani Iliya’ (Quds/Palestina):
هَذَا مَا أَعْطَى عَبْدُ اللهِ عُمَرُ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ أَهْلَ إِيْلِيَاءَ مِنَ الْأَمَانِ: أَعْطَاهُمْ أَمَانًا لِأَنْفُسِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ وَكَنَائِسِهِمْ وَصَلْبَانِهِمْ وَسَائِرِ مِلَّتِهَا، لَا تُسْكَنُ كَنَائِسُهُمْ، وَلَا تُهْدَمُ
Artinya: Ini merupakan pemberian hamba Allah, Umar, pemimpin kaum mukminin kepada penduduk Iliya’ berupa jaminan keamanan: Beliau memberikan jaminan keamanan kepada mereka atas jiwa, harta, gereja, salib, dan juga agama-agama lain di sana. Gereja mereka tidak boleh diduduki dan tidak boleh dihancurkan. (Lihat: Tarikh at-Thabary, Juz 3, halaman: 609). Wallau a'lam.
Editor : Zhafran Pramoedya