BANDUNG BARAT,iNews BandungRaya.id - Penjabat (Pj) Bupati Bandung Barat Ade Zakir Hasyim terancam bakal di-PTUN-kan oleh anak buahnya.
Hal itu imbas dari pelaksanaan rotasi mutasi (rotmut) beberapa waktu lalu yang diduga maladministrasi dan cacat hukum.
Jika nantinya terbukti ada prosedur yang dilanggar dalam proses rotasi mutasi oleh Pj Bupati Ade Zakir pada 2 September 2024 lalu. Tidak menutup kemungkinan "back to basic" pengembalian pejabat ke posisi awalnya sebelum dilakukan rotasi mutasi, bisa kembali terjadi.
Ini artinya kembali mengulang sejarah kelam proses rotasi mutasi di lingkungan Pemda Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Seperti diketahui di masa akhir kepemimpinan Bupati Hengki Kurniawan ada 19 pejabat yang terdiri dari 3 Pejabat Pengawas, 15 Pejabat Administrator, dan 1 Pejabat Fungsional Ahli madya yang harus dikembalikan ke jabatan asalnya setelah dirotasi mutasi.
Tidak hanya itu, imbas dari 19 pejabat tersebut yang dikembalikan ke posisi awal, maka ada sebanyak 25 pejabat lainnya yang juga harus dikembalikan ke posisi semula atau setara.
Hal itu sebagai efek domino yang ditimbulkan dari Surat Kepala BKN Nomor: 9361/B-AK.02.02/SD/F/2023 tentang Hasil Pengawasan dan Pengendalian Implementasi NSPK Managemen ASN di Lingkungan Pemda KBB.
Saat itu BKN melihat ada 44 pejabat hasil rotasi mutasi yang dilakukan Bupati Hengki Kurniawan pada 25 Agustus 2023 maladminiatrasi sehingga harus dibatalkan.
Keputusan itu turun setelah DPRD KBB melalui Pansus Rotasi Mutasi memberikan rekomendasi ke BKN karena menemukan fakta sejumlah pejabat yang dirotasi mutasi tidak sesuai dengan rekomendasi Tim Penilai Kinerja (TPK).
Kondisi yang hampir sama kembali terjadi kini dimasa kepemimpinan Pj Bupati Ade Zakir. Namun kini yang menjadi sorotan adalah Surat Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 100.3.3.2/Kepala. 560 - BKPSDM/2024 Tentang Mutasi/Rotasi Pejabat Tinggi Pratama yang tidak memasukkan Persetujuan Teknis atau Pertek.
Sehingga SK Bupati Bandung Barat tersebut dinilai tidak memiliki dasar yang tepat berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana ketentuan yang diamanatkan untuk pelaksanaan rotasi mutasi.
Termasuk ketidakpatuhan pada surat Plt Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 20157/R-AK.02.02/SD/K/2024 tanggal 29 Juli 2024 tentang pertimbangan teknis (Pertek) mutasi pejabat pimpinan tinggi pratama di Lingkungan Pemda KBB.
Pada Surat Pertimbangan Teknis BKN tersebut, tertulis masa berlakunya mulai tanggal 29 Juli 2024 sampai tanggal 28 Agustus 2024.
Apabila sampai dengan tanggal dimaksud belum diterbitkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam permohonan pertimbangan teknis ini, maka pertimbangan teknis ini tidak berlaku.
Sementara proses rotasi mutasi empat pejabat oleh Pj Bupati Ade Zakir digelar tanggal 2 September 2024. Alhasil masa berlaku Pertek dari BKN telah kedaluwarsa sehingga tidak bisa dipakai lagi sebagai dasar pemindahan pejabat.
Atas dasar hal tersebut, mutasi keempat jabatan itu bisa disebut tidak melalui prosedur yang seharusnya.
”Rotasi empat pejabat itu tidak selaras dengan tujuan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) Manajemen Aparatur Sipil Negara dalam hal mengisi kekosongan,” ucap salah seorang sumber yang minta namanya tidak dicantumkan.
Tak berhenti sampai disitu, kebijakan rotasi mutasi itu juga mengabaikan imbauan Bawaslu RI yang melarang kepala daerah melakukan rotasi mutasi 6 bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU.
Hal itu diatur diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Larangan Bagi Kepala Daerah atau Petahana Melakukan Penggantian/Mutasi.
Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur bahwa kepala daerah dilarang melakukan pergantian (dalam hal ini hanya dibatasi untuk mutasi dalam jabatan) pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.
Seperti diketahui pejabat yang dirotasi mutasi di lingkungan Pemda KBB pada 2 September 2024 lalu adalah, Drs. Meidi, M.Si yang sebelumnya menjabat Staf Ahli Bidang Pembangunan Ekonomi dan Keuangan menjadi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Kemudian R. Eriska Hendrayana, S.Ip, M.M, yang sebelumnya Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menjadi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah.
Lalu Rini Sartika yang menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah digeser menjadi Staf Ahli Bidang Pembangunan dan Keuangan Daerah.
Sedangkan Ridwan Abdullah Putra yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Sosial menjadi Kepala Dinas Kesehatan.
Terkait hal tersebut, Rini Sartika yang terkena rotasi mutasi dan menempati posisi sebagai Staf Ahli Bidang Pembangunan dan Keuangan Daerah mengaku tidak mempersoalkan soal rotasi mutasi asalkan sesuai dengan prosedur.
Namun faktanya bahwa rotasi mutasi itu tidak memiliki dasar yang tepat, sesuai aturan perundang-undangan.
"Rotasi mutasi bisa dilakukan bila ada persetujuan teknis yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Sementara dalam rotasi mutasi yang digelar 2 September lalu, persetujuan teknis tersebut tidak ditempuh," kata Rini, Rabu (18/9/2024).
Oleh karena itu dirinya sudah melayangkan surat keberatan kepada Pj Bupati, terkait dengan adanya maladministrasi dan dugaan bahwa SK rotasi mutasi cacat hukum.
Sebab hasil konsultasinya bahwa rotasi mutasi ini antara lain harus ada pertek, surat KASN, persetujuan teknis dan persetujuan dari Mendagri.
”Saya sudah mengajukan keberatan pada Pj Bupati karena sebagai orang yang dirugikan. Harapannya polemik ini bisa diselesaikan sesuai aturan, namun jika tidak ada tanggapan saya bisa menempuh jalur PTUN," sambungnya.
Dirinya ingin bahwa proses rotasi mutasi dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Ke depan ini pun harus menjadi pembelajaran bahwa dalam pelayanan publik harus berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan yang harus sesuai administrasi dengan aturan yang berlaku.
Rini mengaku bahwa sejak surat keberatan tersebut disampaikan Selasa kemarin, sampai hari ini, Rabu 18 September 2024, Pj Bupati Bandung Barat, Ade Zakir belum berkomunikasi dengannya. Pihaknya memastikan bakal menunggu respons dari Pj Bupati sebelum mengambil langkah selanjutnya.
"Kalau memang ternyata hasilnya tidak sesuai, saya berpegang kepada aturan, bahwa SK itu harus dibatalkan di pengadilan dan itu memiliki kekuatan hukum yang tetap," tegasnya. (*)
Editor : Rizki Maulana