Ia juga menambahkan bahwa makanan seperti jengkol dan petai dapat dimakan asalkan tidak mengganggu aktivitas ibadah. Jika baunya dianggap mengganggu, maka sebaiknya diimbangi dengan tindakan untuk mengurangi efek tersebut, seperti menjaga kebersihan mulut.
UAH memberikan saran praktis untuk mengatasi bau yang ditimbulkan. Ia bahkan menyebutkan humor ringan terkait “obat” jengkol dan petai. “Anda makan jengkol, obatnya petai. Makan petai, obatnya jengkol. Tapi kalau sama-sama bau, jangan dipaksakan,” katanya.
Dalam penjelasannya, UAH mengaitkan adab makan dengan prinsip keutamaan dalam Islam. Mengonsumsi makanan halal adalah hak, tetapi menjaga kenyamanan orang lain juga menjadi kewajiban.
“Islam mengajarkan keseimbangan. Tidak hanya fokus pada apa yang boleh dimakan, tetapi juga bagaimana dampaknya terhadap lingkungan sekitar,” tegas UAH.
Ia juga mengingatkan bahwa ibadah, seperti sholat, membutuhkan kondisi terbaik dari seorang muslim. Oleh karena itu, persiapan sebelum sholat, termasuk menjaga kesegaran tubuh, adalah bagian dari penghormatan kepada Allah SWT.
Editor : Zhafran Pramoedya