get app
inews
Aa Text
Read Next : Penanganan Kasus Emas Antam Diminta Profesional dan Transparan

Pakar Hukum Soroti Perhitungan Kerugian Negara dalam Kasus Emas Antam

Selasa, 29 Juli 2025 | 17:39 WIB
header img
Ilustrasi emas antam. Foto/Sindo

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Gatot Hadi Purwanto, SH., MH., CLA, seorang praktisi hukum, mengimbau agar Kejaksaan Agung Republik Indonesia lebih cermat dalam menentukan nilai kerugian negara, khususnya dalam perkara cap lebur emas yang melibatkan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk.

Ia menjelaskan bahwa secara yuridis, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 mewajibkan adanya unsur kerugian negara atau perekonomian negara dalam tindak pidana korupsi, terutama sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Pernyataan tersebut disampaikan Gatot terkait sorotan terhadap kasus dugaan penyimpangan dalam distribusi logam mulia yang sempat menyita perhatian publik. Dalam peredarannya, sempat disebut bahwa kerugian negara mencapai Rp 5,9 kuadriliun. Namun, berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Mei lalu, angka tersebut kemudian dikoreksi menjadi Rp 3,3 triliun.

Gatot menegaskan bahwa secara hukum, kerugian negara tidak bisa didasarkan pada potensi semata.

"Dalam praktik hukum pidana Indonesia, kerugian negara tidak bisa hanya bersifat potensi atau spekulatif. Ini ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 25/PUU-XIV/2016, yang menyatakan bahwa kerugian negara harus bersifat nyata (actual loss). Artinya, kerugian tersebut telah benar-benar terjadi dan terukur, bukan sekadar prediksi hilangnya potensi pendapatan negara," ungkap Gatot saat berbicara kepada awak media di Jakarta, Sabtu (26/7/2025).

Dalam perkara ini, nominal kerugian yang awalnya fantastis kemudian dirinci sebagai akibat dari praktik penjualan emas yang tidak melalui jalur resmi perusahaan. Namun Gatot mempertanyakan keabsahan perhitungan tersebut.

"Namun, pertanyaannya: apakah angka ini mencerminkan kerugian negara yang aktual?" katanya.

Ia menjelaskan bahwa apabila angka tersebut sekadar merupakan kalkulasi atas selisih harga pasar dan potensi pajak yang tak tertagih, maka secara hukum belum bisa dikategorikan sebagai kerugian negara, kecuali jika terdapat bukti konkret atas kehilangan dana dari kas negara maupun BUMN.

"Ada perbedaan antara potensi kerugian (potential loss) dan kerugian aktual (actual loss). Dalam hukum kita, yang dapat membentuk tindak pidana korupsi hanyalah kerugian yang aktual dan pasti," lanjutnya.

Lebih jauh, Gatot juga menyinggung peran penting lembaga negara dalam menentukan besaran kerugian tersebut. Ia menyebut bahwa Mahkamah Agung melalui sejumlah putusannya, termasuk Putusan No. 21 K/Pid.Sus/2009, menegaskan bahwa unsur kerugian negara harus didasarkan pada perhitungan dari lembaga yang berwenang seperti BPK atau BPKP.

Sebagai informasi, pada 27 Mei lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis terhadap enam mantan pejabat Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) PT Antam Tbk.

Mereka dinyatakan bersalah karena diduga melakukan atau turut serta dalam praktik korupsi secara individu maupun bersama-sama dalam pengelolaan usaha komoditas emas selama periode 2010 hingga 2022. Perbuatan mereka dituding menyebabkan kerugian negara senilai Rp 3,3 triliun.

Akibatnya, keenam terdakwa masing-masing dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 750 juta, dengan ketentuan kurungan empat bulan apabila denda tidak dibayarkan.

Nama-nama terdakwa tersebut antara lain Tutik Kustiningsih, Herman, Iwan Dahlan, Dody Martimbang, Abdul Hadi Aviciena, dan Muhammad Abi Anwar. Berdasarkan catatan, Dody Martimbang sebelumnya juga telah divonis bersalah dalam kasus korupsi terkait kerja sama pengolahan anoda logam antara PT Antam dan PT Loco Montrado, yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Editor : Agung Bakti Sarasa

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut