FPDIP Jabar Absen di Paripurna APBD Perubahan: Gubernur Dedi Mulyadi Inkonsisten

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Fraksi PDIP Jawa Barat absen saat sidang paripurna persetujuan APBD Perubahan Jawa Barat 2025, Jumat (16/8/2025) lalu.
Pimpinan DPRD Jabar dari Fraksi PDIP Ono Surono menyampaikan alasan pihaknya tidak hadir pada sidang paripurna persetujuan APBD Perubahan. Yakni karena merasa Gubernur Dedi Mulyadi inkonsisten dalam membuat kebijakan.
Bahkan menurutnya, kebijakan Pemprov Jabar tidak sejalan dengan Asta Cita yang diusung Presiden Prabowo. Salah satu contohnya kata Ono, penghapusan dana hibah untuk pondok pesantren.
Semula, lanjut Ono, Pemprov Jabar menganggarkan sebesar Rp135 miliar di APBD 2025. Namun di APBD Perubahan 2025 dihapus dan diganti berupa beasiswa untuk santri sebesar Rp10 miliar.
Hibah sendiri baru akan dilakukan di APBD 2026, dengan dalih tengah melakukan evaluasi terhadap penerima hibah untuk pesantren. "Jadi KDM ini tidak konsisten juga. Kebijakan berbasis dia datang. Belum bersifat komprehensif," ujar Ono, Selasa (19/8/202).
Sementara Anggota Fraksi PDIP Doni Maradona Hutabarat memaparkan, sikap politik mereka yang tidak menghadiri paripurna persetujuan APBD Perubahan 2025.
Perubahan APBD Jawa Barat 2025, senyatanya sudah dilakukan dan berjalan dalam bentuk program atau kegiatan dengan jumlah anggaran Rp5,1 triliun, yang didasarkan pada Perubahan Peraturan Gubernur Jawa Barat tentang Penjabaran APBD Jawa Barat sebanyak delapan kali tanpa melibatkan DPRD Provinsi Jawa Barat.
Lalu Perubahan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD Jawa Barat Tahun 2025, dilaksanakan oleh Gubernur Jawa Barat dengan mempertimbangkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBD/APBD Tahun Anggaran 2025 dan Surat Edaran Mendagri Nomor 900.1.1/640/SJ.
SE tersebut tentang Penyesuaian Arah Kebijakan Pembangunan Daerah Melalui Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. Serta Surat Edaran Mendagri Nomor 900/833/SJ Tanggal 23 Februari 2025 Tentang Penyesuaian Pendapatan dan Efisiensi Belanja Daerah Dalam APBD TA 2025.
Sehingga, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang APBD TA 2025, dapat dikatakan dibatalkan langsung oleh Peraturan Gubernur yang secara hierarki Peraturan Perundang-undangan kedudukan Peraturan Daerah lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan Peraturan Gubernur.
"Fraksi PDIP DPRD Jawa Barat berpendapat bahwa efisiensi belanja yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat tidak dilakukan secara utuh, terarah dan mempertimbangkan ASTA CITA dan 17 Program Prioritas dan mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar delapan kali yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Prabowo," ucapnya.
"Dengan menghilangkan program/kegiatan dalam bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, khususnya program atau kegiatan dalam bentuk bantuan keuangan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa serta hibah kepada sekolah-sekolah swasta/pondok pesantren," tambahnya.
Khusus hibah kepada pondok pesantren lanjut dia, Gubernur Jawa Barat pernah menyampaikan akan mengalokasikan sebesar Rp135 miliar pada Perubahan APBD Provinsi Jawa Barat TA 2025 melalui akun media sosialnya, tetapi kenyataannya Hibah Pondok Pesantren dihilangkan dan diganti dengan Program Beasiswa Santri sebesar Rp10 miliar.
Selain itu, adanya program gubernur tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan yang salah satunya menata pedagang kaki lima /UMKM dengan dilakukan pembongkaran di beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat. Tidak diikuti dengan Perencanaan Program Relokasi (penempatan kembali pedagang) yang jelas dan transparan dengan beban tanggung jawab anggaran melalui APBD Provinsi Jawa Barat TA 2025.
"Malah ada kesan, gubernur telah tebang pilih, tajam ke bawah tumpul ke atas, yang dibuktikan bangunan-bangunan megah milik pengusaha yang menempati lahan-lahan yang tidak sesuai peruntukkan, tidak diberi sanksi dan dilakukan pembongkaran serta masih tegak berdiri," kata dia.
Fraksi PDIP juga menilai Gubernur Jabar belum sepenuhnya mempunyai semangat membangun, dengan melibatkan seluruh stakeholder yang meliputi Pemerintah (Gubernur dan DPRD), masyarakat, akademisi, dunia usaha dan media, yang sering disebut Pentahelix.
"Gubernur seakan-akan berjalan sendiri tanpa memperdulikan aspirasi, masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk menjadikan Jawa Barat Istimewa," ujarnya.
Sementara itu, Fraksi PDIP DPRD Jabar Ineu Purwadewi Sundari menegaskan, pihaknya tetap menghargai langkah Gubernur dan fraksi lain yang telah menyetujui APBD 2025.
Ineu berharap, APBD 2026 ke depan bisa disusun lebih matang, partisipatif, dan melibatkan seluruh stakeholder yang tergabung dalam Pentahelix.
"Kami mempunyai harapan, program/kegiatan Pemerintah Jawa Barat yang disusun dan didanai oleh APBD TA 2026 dapat dilakukan perencanaan yang memenuhi aspek teknokratis, partisipatif, politis, top down dan bottom up serta melibatkan stakeholder yang tergabung dalam Pentahelix,” kata Ineu. (*)
Editor : Abdul Basir