Pernyataan Rektor Picu Amarah, Mahasiswa Unisba Gelar Aksi Protes di Kampus

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id – Puluhan mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Rektorat, Selasa (2/9/2025).
Aksi ini dipicu kekecewaan mahasiswa terhadap pernyataan Rektor Unisba, Harits Nu’man, dalam konferensi pers pagi tadi yang dinilai tidak sesuai dengan fakta lapangan saat terjadinya bentrokan pada Senin (1/9/2025).
Ketua Umum HMI Koorkom Unisba, Raviv Tuanku Alasaid, menilai pernyataan rektor yang menyebut tidak ada korban dan tidak ada penembakan gas air mata, bertolak belakang dengan kondisi nyata di lapangan.
“Pada dasarnya ada mahasiswa Unisba yang ditangkap, ada yang ditabrak hingga mengalami patah bahu, bahkan ada juga yang terkena peluru karet di bagian kaki. Itu fakta yang terjadi. Pernyataan rektor justru berseberangan dengan kejadian sebenarnya,” ujar Raviv saat ditemui di lokasi aksi.
Ia juga menyesalkan sikap rektor yang dianggap dapat melemahkan perjuangan mahasiswa.
“Statement yang disampaikan rektorat itu sangat berbahaya karena pada akhirnya bisa menurunkan semangat perjuangan mahasiswa dan masyarakat yang sedang melihat keadaan Indonesia saat ini,” lanjutnya.
Dalam orasi aksi bertajuk Ganyang Rektorat, salah seorang mahasiswa, Ramdan, menyuarakan kritik tajam terhadap pihak kampus.
“Statement rektor adalah statement yang paling bodoh. Rektor mengatakan dia melakukan sweeping. Apakah dia berkerja sama dengan aparat?” teriak Ramdan di hadapan massa aksi.
Ramdan juga menegaskan bahwa mahasiswa Unisba tidak bisa tinggal diam melihat rekan mereka menjadi korban.
“Ada mahasiswa Unisba yang dilarikan ke rumah sakit, ada yang masih ditahan di Polda. Rektor tidak memahami kondisi nyata saat ini,” tegasnya.
Aksi mahasiswa ini merupakan luapan kekecewaan dari mahasiswa yang tengah berjuang dalam beberapa hari kebelakang dan tidak mendapatkan perhatian bahkan apresiasi dari rektorat.
Massa mendesak pihak rektorat bersikap lebih berpihak kepada mahasiswa yang menjadi korban tindakan represif aparat.
Editor : Rizal Fadillah