Plasma Sawit Jadi Agenda Prioritas, Petani Adat Dapat Angin Segar
Aturan Hukum Plasma
Kewajiban plasma 20 persen diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dengan sanksi administratif hingga pidana 5 tahun penjara dan denda Rp10 miliar. Aturan itu diperkuat oleh PP Nomor 26 Tahun 2021, Permentan Nomor 98 Tahun 2013, dan Permentan Nomor 18 Tahun 2021.
“Selama ini aturan jelas. Yang hilang hanyalah itikad perusahaan dan ketegasan negara. Untung saat ini mulai berubah,” tegas Iskandar.
Komitmen PT Agrinas
Meski masih menunggu legalisasi status pengelolaan dan dukungan regulasi dari DPR RI, PT Agrinas Palma Nusantara menunjukkan sikap terbuka. BUMN ini menyatakan siap menjalankan kewajiban plasma sesuai aturan.
“Masyarakat menghargai sikap ini. Meski status hukum Agrinas belum sempurna, setidaknya sudah menunjukkan komitmen berbeda: mematuhi undang-undang, bukan melawannya,” ujar Iskandar.
Dorongan Audit dan Pengawasan
IAW mendorong langkah strategis untuk menuntaskan pelanggaran plasma:
Membuka database nasional kepatuhan perusahaan sawit terhadap plasma,
Membentuk Pansus Plasma di tiap provinsi,
Mencabut izin perusahaan abai,
Melakukan audit menyeluruh atas dugaan kerugian negara Rp2,3 triliun,
Menguatkan posisi koperasi petani agar independen.
Mediasi di Padangsidimpuan dinilai sebagai momentum penting. Negara mulai mengakui bahwa hak plasma sawit adalah kewajiban hukum, sementara dukungan politik di Riau mempertegas bahwa isu ini harus masuk agenda besar reformasi agraria nasional.
“Pertanyaannya tinggal satu: apakah Padangsidimpuan dan Riau akan menjadi awal babak baru penegakan plasma nasional, atau hanya catatan kecil dalam sejarah panjang pengkhianatan sawit?” pungkas Iskandar.
Editor : Rizal Fadillah