Kuasa Hukum Tanggapi Vonis Bisma dan Sri Dua Petinggi YMT, Ini Katanya
BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Efran Helmi, kuasa hukum terdakwa Bisma Bratakusuma dan Sri, angkat bicara terkait vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung terhadap kliennya, Kamis (16/10/2025).
Menurut Efran, pihaknya belum menentukan sikap akan banding atau tidak atas vonis 7 tahun penjara dan denda Rp400 juta.
Efran mengatakan, menghormati putusan yang telah dibacakan hakim. Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) 15 tahun penjara.
“Kami menghormati putusan yang telah dijatuhkan dari tuntutan 15 tahun, diputus 7 tahun. Biasanya secara norma, vonis itu sekitar dua pertiga dari tuntutan. Namun, kali ini justru jauh di bawah dua pertiga. Bahkan kurang dari setengahnya,” kata Efran kepada wartawan seusai persidangan.
Efran menilai majelis hakim telah memberikan pertimbangan yang cukup komprehensif dalam putusan tersebut. Namun, tim kuasa hukum masih memiliki sejumlah pandangan berbeda, terutama terkait kewajiban pembayaran uang pengganti.
"Sebenarnya banyak sekali pertimbangan majelis hakim yang patut kita apresiasi. Tapi tentu saja, kami sebagai tim penasihat hukum juga punya sudut pandang berbeda," ujar Efran.
"Termasuk soal uang pengganti yang harus dibayar dalam waktu satu bulan. Jika tidak dibayar, maka klien kami harus menjalani tambahan hukuman 7,5 tahun," tuturnya.
Efran mengatakan, pihaknya akan mencermati kembali berbagai hal menarik dari pertimbangan majelis hakim sebelum menentukan langkah hukum berikutnya.
"Dalam waktu satu minggu ke depan, kami akan mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya dengan sebaik-baiknya. Saya rasa itu dulu, terima kasih kepada rekan-rekan media yang telah mengawal dan menjaga jalannya persidangan hari ini," ucap Efran.
Dalam kesempatan itu, Efran menyinggung soal peristiwa hukum yang menjadi dasar perkara tersebut. Menurut dia, terdapat kejanggalan dalam hal pertanggungjawaban pidana yang dikaitkan dengan peristiwa di masa lalu.
"Terkait peristiwa hukumnya sendiri, itu kan terjadi di era bapaknya. Jadi peristiwa hukum yang menjadi objeknya memang saat itu. Nah, pertanyaannya, apakah pertanggungjawaban pidana bisa dialihkan dari bapak ke anak? Kan tidak boleh itu secara hukum. Tidak bisa dialihkan kecuali kalau peristiwanya berbeda," kata dia.
Efran menjelaskan, kejadian yang menjerat kliennya merupakan perkara yang disebut terjadi pada rentang 2022–2023. Karena itu, kata Efran, pihaknya akan menelaah kembali aspek hukum dari dakwaan maupun pertimbangan majelis hakim sebelum mengambil keputusan apakah akan menempuh upaya banding atau tidak.
"Ini kan kejadiannya 2023. Sementara pertanggungjawaban dibebankan dan dihubungkan dengan peristiwa 2022–2023,” ujar Efran.
Editor : Agus Warsudi