Terungkap! Publik Rugi Rp613 Triliun Akibat Kuota Hangus, Negara Diminta Jangan Diam Saja!
BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Praktik kuota internet hangus yang berlangsung lebih dari satu dekade kembali menuai sorotan. Publik selama ini dipaksa menerima aturan yang dianggap tidak masuk akal karena kuota yang telah dibeli secara sah justru hilang ketika masa aktifnya habis.
Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, menegaskan bahwa masyarakat membayar volume data, bukan masa penggunaan. Namun, industri telekomunikasi disebut memutar logika seolah-olah kuota boleh hangus begitu saja.
“Industri telekomunikasi memutar logika, menyebut kuota boleh hangus karena masa aktif habis,” ujar Iskandar dalam keterangan tertulis, Senin (17/11/2025).
Soroti Pembiaran Negara Selama 15 Tahun
Iskandar menyebut praktik ini dibiarkan tanpa langkah korektif selama lebih dari 15 tahun. Karena itu, ia menilai sudah saatnya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengambil tindakan tegas untuk menghentikan model bisnis yang ia nilai merugikan jutaan konsumen.
Menurut temuan terbaru IAW, mulai dari regulasi, aspek ekonomi, hingga dokumen internal operator, isu kuota hangus bukan persoalan teknis seperti yang kerap diklaim industri.
“Semua fakta menunjukkan bahwa kuota hangus bukan sekadar isu teknis. Ini adalah kejahatan ekonomi digital terbesar dalam sejarah Indonesia,” tegasnya.
Bantah Dalih Operator dan ATSI
Iskandar membantah klaim Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) yang menyebut kuota tidak bisa berlaku permanen karena terikat frekuensi. Ia membandingkan dengan layanan berbasis frekuensi lainnya seperti token listrik, e-toll, e-money, hingga saldo e-wallet yang nilainya tidak hangus.
“Jika layanan lain berbasis frekuensi tidak hangus, mengapa kuota harus hangus? Ini soal model bisnis, bukan teknis,” katanya.
Ia menegaskan bahwa kuota adalah barang digital berupa volume data sesuai Pasal 1457 KUHPerdata. “Publik membeli liter digital. Bukan jam untuk minum air,” ujarnya.
Tidak Ada Dasar Hukum Kuota Hangus
Iskandar menyampaikan bahwa Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021 tidak pernah menyebut kuota dapat dimusnahkan. Karena itu, praktik penghangusan kuota disebut tidak memiliki dasar hukum.
Regulasi mengenai batas waktu deposit, ujarnya, tidak dapat ditafsirkan sebagai izin merampas hak konsumen.
Operator Akui Bisa Hadirkan Kuota Anti-Hangus
Dalam satu tahun terakhir, seluruh operator merilis paket “anti-hangus” seperti rollover kuota dan fitur transparansi penggunaan.
Bagi Iskandar, langkah ini menjadi bukti paling kuat bahwa alasan teknis selama ini tidak relevan.
“Ini termasuk asas estoppel. Jika sekarang operator mengakui kuota bisa tidak hangus, maka mereka tidak bisa berdalih bahwa dulu itu tidak mungkin,” tuturnya.
Potensi Kerugian Rp613 Triliun
Berdasarkan perhitungan konservatif, IAW mencatat potensi kerugian publik akibat kuota hangus mencapai Rp613 triliun dalam 15 tahun. Angka ini didasarkan pada asumsi 200 juta pelanggan dengan pembelian kuota rata-rata Rp25.000 per bulan.
“Pendapatan itu tidak dicatat sebagai liabilitas. Ini merugikan konsumen, negara, dan kesehatan industri,” tegasnya.
Dugaan Fraud by Omission
Iskandar menyebut terjadi fraud by omission, yaitu ketika informasi material yang seharusnya disampaikan justru disembunyikan untuk keuntungan sepihak.
“Provider tidak pernah mengungkap nilai kuota hangus dalam laporan keuangan. PSAK 23 dan IFRS 15 jelas mewajibkan pencatatan pendapatan diterima di muka yang belum diberikan manfaatnya,” jelasnya.
Ia menilai masalah ini terkait dengan UU Perlindungan Konsumen, KUHPerdata, hingga Pasal 3 UU Tipikor.
Seruan Tindakan Tegas Pemerintah
Untuk menghentikan praktik kuota hangus, IAW merekomendasikan:
Audit investigatif BPK terhadap Kominfo, BRTI, dan seluruh operator (2010–2024)
Penerbitan Perppu Perlindungan Konsumen Digital
Wajib rollover kuota secara nasional
Pembentukan Satgas Tipikor Digital (KPK–Kejaksaan Agung)
Gugatan class action publik
Revisi total Permenkominfo 5/2021
Di akhir pernyataannya, Iskandar menegaskan bahwa rakyat sudah terlalu lama dirugikan.
“Publik membayar kuota yang tidak pernah diberikan manfaatnya. Operator kini sudah membuktikan kuota tidak perlu hangus. Saatnya negara menjawab,” pungkasnya.
Editor : Rizal Fadillah