BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA - Upaya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) mengedepankan ide dan gagasan (policy seeking) di tengah permasalahan narasi politik superficial yang hanya memunculkan ketokohan di publik patut diapresiasi.
Hal itu disampaikan pengamat politik Universitas Padjajaran (Unpad), Firman Manan dalam agenda Diskusi Galang Aspirasi Politik (Gaspol) yang digelar PWI Jabar Pokja Gedung Sate di Kapulaga Bistro Indonesia, Jalan Dayang Sumbi, Kota Bandung, Jumat (30/9/2022).
Menurutnya, koalisi yang dibangun sejak awal ini menarik, karena memunculkan politik yang lebih substansial, seperti memunculkan ide dan gagasan di awal. Sehingga mempermudah pemilih untuk membayangkan koalisi pemerintahan kedepannya akan seperti apa.
"Selama ini memang narasi politik yang muncul dalam konteks koalisi itu banyak diwarnai oleh narasi politik yang superficial, hanya dipermukaan saja, termasuk ketika berbicara soal kandidat, terutama publik yang dihadapi soal-soal superficial, bahwa kandidat yang layak menjadi capres itu adalah orang yang merakyat, orang yang dekat dengan rakyat, tegas, kualitas-kualitas seperti itu di hanya permukaan; tapi perdebatan tentang kebijakannya tidak muncul, sehingga menurut saya menarik karena memunculkan politik yang lebih substansial," tutur Firman.
Firman menilai, KIB akan memiliki dua produk. Pertama manifesto politik atau visi misi yang ditawarkan KIB. Kedua, soal capres-cawapres yang saat ini masih disimpan oleh KIB.
Ia menyebut, manifesto politik KIB maju beberapa langkah jika dibandingkan partai atau upaya-upaya membangun koalisi dari beberapa kekuatan politik yang lain.
"Manifesto politik KIB yang mengedapankan recovery ekonomi adalah hal yang dilihat publik saat ini, sehingga hal tersebut relevan dan penting untuk dioperasionalkan dengan mengkoneksikan bagaimana persepsi publik," terangnya.
Namun, soal capres-cawapres juga penting, karena berhadapan dengan tradisi kebiasaan yang sudah berlangsung lama. Jadi pada akhirnya publik tetap akan melihat siapa kandidatnya dan sejauh mana kompetitifnya.
Sehingga menurutnya, politik identitas ini masih menjadi PR untuk KIB, terutama di Jawa Barat yang menjadi hotspot untuk politik identitas.
"Dalam konteks KIB di Jawa Barat, ini menjadi penting, karena tadi dijelaskan salah satu isu yang ingin menghentikan politik identitas, sementara Jabar ini salah satu hotspot. Tinggal bagaimana KIB bisa mengelolanya," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait