Celakanya, akrobat hukum terjadi dalam penerbitan SK 264. Meskipun terbit 10 hari sebelum SK 287, namun dalam pertimbangannya, SK 264 sudah mengacu ke SK 287. Bagaimana mungkin SK 264 dapat mengacu ke keputusan yang belum ada. Sebaliknya, dalam pertimbangan SK 287 justru tidak terdapat SK 264.
Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa SK 264 tersebut dibuat secara melawan hukum, yakni tanggal penerbitan dibuat tidak sesuai dengan tanggal asli keputusan tersebut disahkan (backdated).
“Kami terkejut tiba-tiba ada SK 264 yang terbit sebelum SK 287, karena jika benar begitu dalil gugatan kami menjadi lemah. Namun ternyata, SK 264 diterbitkan secara backdated. Kondisi itu justru memperlemah posisi KLHK di hadapan hukum administrasi negara," kata Senior Associate Integrity Law Firm, Muhammad Raziv Barokah selaku kuasa hukum pada perkara gugatan SK 287.
"Kami sangat menyayangkan tindakan KLHK tersebut dan tentunya akan ada konsekuensi hukum jika terdapat oknum yang terlibat dalam penerbitan keputusan backdated,” sambungnya.
Seolah ingin memperbaiki kesalahan fatalnya, eksistensi SK 264 rupanya tidak bertahan lama. Dalam agenda sidang pembacaan jawaban gugatan, KLHK menyatakan SK 264 telah dicabut berdasarkan SK Menteri LHK Nomor SK.1012/Menlhk/Setjen/Pla.0/9/2022 tanggal 20 September 2022 (SK 1012). Artinya, SK 264 tersebut hanya seumur jagung, yaitu lima hari.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait