Namun uniknya, pencabutan tersebut dilakukan dengan alasan bahwa terdapat substansi yang tidak selaras dengan kebijakan penataan hutan di Jawa, sehingga harus disesuaikan kembali dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 8 Tahun 2021, dan bukan karena alasan backdated.
Pencabutan SK 264 ini mendapat tanggapan kembali dari Aliansi Selamatkan Hutan Jawa. Ketua Serikat Karyawan Perhutani Bersatu, M. Ikhsan menyampaikan, bahwa cacat hukum dalam penetapan KHDPK berdasarkan SK 287 sangat vulgar. Sehingga upaya menutupi kecacatan tersebut terlalu sulit dilakukan.
“Menerbitkan SK 264 dengan backdated saja itu sudah blunder, kemudian begitu ketahuan, langsung buru-buru dicabut dengan alasan yang dibuat-buat juga. Itu juga blunder lagi, karena semakin mengonfirmasi ketidakberesan yang terkandung dalam SK 287,” ujar Ikhsan.
Ikhsan juga menegaskan, agar seluruh pihak menempuh jalur hukum dengan cara-cara yang berintegritas dan terhormat agar peristiwa akrobat hukum serupa tidak terulang lagi pada agenda-agenda sidang berikutnya. Selain itu, ia berharap oknum yang terlibat dalam penerbitan keputusan backdated tersebut diberikan sanksi yang sepadan.
“Untuk menyelamatkan marwah Pemerintah, Kementerian LHK dan Ibu Menteri, saya rasa pihak-pihak yang menjerumuskan beliau dengan mendorong penandatanganan keputusan backdated tersebut harus diberikan sanksi yang tegas,” pungkas Ikhsan.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait