"Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Haji setelah UU Haji Nomor 13 tahun 2008 direvisi, menyampaikan secara tegas, pemerintah adalah penyelenggara ibadah haji. UU Haji 2008 direvisi karena banyak isu-isu yang belum diatur," ujar dia.
Salah satunya adalah daftar tunggu. Pada 2008, belum ada daftar tunggu. Maka, konsekuensi dari daftar tunggu yang begitu panjang, perlu diatur bagaimana jika yang telah mendaftar itu meninggal dunia. Karena ada daftar tunggu, maka harus jelas siapa yang mengelola uang calon haji tersebut.
Menurut UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, dana haji bukan dikelola oleh Kementerian Agama tetapi diserahkan ke badan khusus, yaitu, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). "Soal keuangan haji, jangan tanya ke Kemenag, tapi ke BPKH. Kenapa harus dibentuk badan khusus, agar Kemenag fokus kepada penyelenggaraannya saja," tutur Kang Ace.
Atas dasar itu lah, pada 2014, kata Kang Ace, Komisi VIII DPR membuat undang-undang khusus tentang pengelolaan keuangan haji yang mengatur tentang biaya ibadah haji itu tidak lagi menggunakan istilah Ongkos Naik Haji (ONH).
"Saat ini, adalah Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang merupakan komponen keseluruhan biaya haji. Ada dua komponen di bawah BPIH, yaitu Bipih, biaya yang dibayar langsung jamaah dan nilai manfaat pengelolaan dana haji," ujarnya.
Editor : Ude D Gunadi
Artikel Terkait