Begini Sosok Almarhum Syamsiah Muttaqien di Mata Sang Anak

Rizal Fadillah
Syamsiah Muttaqien. (Foto: Instagram @sitimuntamah_oded)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Kabar duka datang dari keluarga besar Ustaz Dudi Muttaqien. Pasalnya, sang ibu yakni Syamsiah Muttaqien dikabarkan meninggal dunia pada Jumat (22/3/2024) sore.

Rencananya, istri almarhum KH. EZ. Muttaqien ini akan dikebumikan pada hari ini, Sabtu (23/3/2024) di tempat pemakamanan umum (TPU) Cikutra, Kota Bandung.

“Jam 9 pagi, di Cikutra di makamnya bapak, jadi ditumpuk,” ucap Adang Sauri, salah satu putra almarhumah saat ditemui di rumah duka, Jalan Adipati Kertabumi No.15, Bandung.

Di mata Adang, almarhum merupakan sosok ibu yang sangat sempurna. Di usianya yang ke-96 tahun, almarhum telah berhasil mengantarkan anak-anaknya menuju tangga kesuksesan.

“Umur 96 tahun, memang sudah maksimal lah, seorang ibu buat saya seorang ibu yang bisa mengantarkan kita semua, yang mulai dari pahitnya sampai getirnya, pokoknamah anak-anaknya harus sukses semua,” ungkapnya.

Adang mengatakan, almarhum lahir dari pasangan sastrawan Sunda asli Bandung. Almarhum merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara. 

“Orang tua ibu saya orang Bandung, sastrawan Sunda, Samsudi, sekarang dipake jadi rancage sastrawan Sunda, ibu ini anak ke dua dari tujuh bersaudara, semuanya sudah tidak ada, hanya ada satu lagi yang bungsu,” katanya.

Di usianya yang ke-96 tahun, kata Adang, almarhum meninggalkan 63 cucu dan cicit, dan 10 orang anak.

“Alhamdulillah, di usia 96 tahun ini ibu dengan 63 cucu dan cicit, dan 10 anak itu luar biasa,” ujarnya.

Adang juga menceritakan, bagaimana hebatnya seorang ibu yang sangat dirinya banggakan dan cintai tersebut menghadapi masa-masa krisis pada tahun 90-an. 

“Ketika tahun 60 bapak di penjara di Madiun, itu selama 6 tahun sampai 1996, disitu masa-masa krisis, krisis ekonomi karena tidak ada penghasilan, krisis segala macem lah, termasuk pangan sandang, kita tidak merasakan itu, ibu yang merasakan, tapi kita harus merasakan senang, harus merasakan kita harus bisa makan dan sebagainya,” tuturnya.

“Saya juga gak mengerti kalau dulu sapiring tiluan, kenapa sapiring tiluan? Ternyata itu dibagi, jadi kekuatan seorang ibu biarpun pahit di rumah tangga, karena ekonomi, pangan sandang, tidak diperlihatkan kepada anak-anaknya, itu yang buat saya sangat luar biasa,” tambahnya.

Adang mengatakan, kebiasaan itu pun terbawa hingga saat ini. Dimana setiap kali berkunjung ke rumah ibu, baik Adang atau pun anak dan cucu yang lainnya selalu ditanyakan sudah makan atau belum.

“Makanya, setiap datang ke rumah ibu pasti yang ditanyakan udah makan belum, itu harus semuanya harus sudah makan tidak boleh pait lah,” imbuhnya.

Kemudian, almarhum juga sangat mendukung setiap aktvitias yang dilakukan oleh sang suami. Hal itu terlihat, saat KH. EZ. Muttaqien bebas dari perjara pada tahun 1966.

“Kemudian dari 1996, bapak bebas, itu mendampingi bapak sebagai pejuang muda tapi tidak mengeluh, semua yang dilakukan oleh bapak disupport sekali oleh ibu, mau bapak pulang jam berapa, berapa hari itu disupport aja,” katanya.

Bagi Adang, banyak pelajaran berharga yang dirinya pelajari dari sosok almarhum. Pertama adalah bagaimana menjadi seorang yang penyabar.

“Ibu itu gak pernah marah, sama dengan bapak gak pernah marah, marahnya ibu itu adalah diam, berarti kalau udah diam wah marah, nah itu yang membuat saya menjadi pelajaran yang paling besar, sebab kalau jaman sekarang kan kalau ada yang memarahi langsung, bahkan memukul, kalau ibu engga, diam aja, dan marahnya ibu sangat luar biasa, itu satu,” terangnya.

Kemudian, almarhum juga sangat mendukung penuh pendidikan anak-anak dari para cucu-cucunya.

“Biarpun ibu tidak punya pendidikan yang tinggi tapi anak-anaknya harus sekolah tinggi sampai selesai bahkan mensupport semua cucu anak dan sebagainya itu harus disupport, sampai detik akhir ibu itu masih punya penghasilan dari pensiunnya bapak, nah pensiun itu uangya buat mensupport anak cucu buat pendidikan atau apapun juga, luar biasa,” bebernya.

Menurut Adang, almarhum merupakan sosok ibu yang tidak hanya sekedar memberi nasihat tapi juga dibarengi tindakan nyata.

“Jadi saya pikir dakwah bilhal nya itu ditunjukkan oleh ibu, bukan hanya ucapan, harus begini, harus begini, mangga we mau bikin PR atau engga itu tanggung jawab sendiri, nah semacam itu, tapi yang pasti kita harus bisa mandiri,” tandasnya.

Editor : Rizal Fadillah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network