Peredaran Uang Palsu Kembali Marak, Warga Diimbau Waspada

Sheila Mutiara Nur Kholik
Peredaran Uang Palsu Kembali Marak pasca lebaran, Warga Diminta Waspada. (Foto:Net)

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Perlu tetap waspada terhadap peredaran uang palsu, terutama pada periode pasca Lebaran seperti sekarang. Kenaikan peredaran uang terjadi karena tradisi memberi uang saku selama Lebaran, sehingga meningkatkan risiko peredaran uang palsu.

Informasi mengenai peredaran uang palsu, khususnya uang rupiah pecahan kecil, mulai ramai tersebar setelah Lebaran melalui media sosial. Sebuah unggahan dalam grup Facebook "info cegatan jogja" yang diposting oleh akun Avryanto Nugroho pada Jumat  lalu saat menjadi perbincangan hangat.

Dalam unggahan tersebut, terdapat kompilasi foto uang asli dan palsu dengan pecahan Rp 10.000 yang secara sekilas sulit dibedakan. Pengunggah menjelaskan bahwa uang palsu memiliki perbedaan, seperti kertas yang lebih tebal, warna yang lebih mudah luntur, dan benang pengaman yang kurang terang dibanding uang asli. Selain itu, ketika diperiksa dengan lampu UV, uang palsu tidak menampilkan bayangan yang sama seperti uang asli.

Pengunggah juga menyebutkan bahwa uang palsu dengan pecahan kecil seperti Rp 5.000, Rp 10.000, dan Rp 20.000 lebih banyak beredar. Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati saat menerima kembalian dan selalu memeriksa uang secara teliti sebelum meninggalkan tempat transaksi. 

Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Tinuk Dwi Cahyani SH., S.HI., M.Hum. memberikan sejumlah tips untuk menghindari penipuan dengan uang palsu dan cara mendeteksinya.

Pertama, kita harus teliti terhadap bahan, ukuran, gambar, dan warna dari uang tersebut. Periksa apakah uang tersebut mirip dengan uang asli, dari segi ukuran, gambar, hingga bahan,” ujarnya.

Tidak hanya itu, kita juga harus menghindari terburu-buru dan mudah tergiur. Sebaiknya, tukarkan uang di tempat resmi seperti Bank Indonesia. Selain tidak dikenai biaya tambahan, uang di Bank telah terjamin keasliannya.

Tinuk menekankan bahwa keberadaan uang palsu dapat berdampak buruk pada kepentingan umum, khususnya dalam masalah ekonomi. “Dampak yang paling signifikan adalah menimbulkan inflasi. Semakin besar jumlah uang palsu yang beredar, maka akan sangat mempengaruhi daya beli dan perekonomian masyarakat,” katanya.

Di Indonesia, ada aturan yang mengatur tentang Mata Uang di UU No. 7 Tahun 2011. Pasal 26 dan Pasal 27 menjelaskan bahwa dilarang keras untuk memalsukan, menyimpan, hingga mengedarkan Rupiah yang diketahui sebagai uang palsu. Ancaman pidana bagi pelaku pemalsuan Rupiah adalah 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 miliar.

Untuk memerangi peredaran uang palsu, Indonesia telah membentuk Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) yang terdiri dari Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia (BI). Namun, partisipasi aktif masyarakat tetap sangat diperlukan.

“Jika masyarakat memiliki kecurigaan terhadap uang palsu, segera laporkan ke BI. BI akan melakukan penelitian terhadap fisik uang tersebut. Jika dikonfirmasi palsu, akan dilakukan penelusuran sumber uang palsu tersebut,” tambahnya.

Masyarakat diimbau untuk tetap kooperatif dan berperan aktif dalam memerangi peredaran uang palsu. Toko kelontong dan swalayan pun bisa membantu dengan menggunakan sensor untuk mendeteksi keaslian Rupiah, sehingga dapat mencegah dan mendeteksi lebih awal peredaran uang palsu. (*)

Editor : Abdul Basir

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network