Anggota Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Cianjur ini menuturkan, kesenian Pakemplung masih bisa ditemukan namun para pemain banyak yang telah lanjut usia (lansia).
“Beberapa waktu lalu kita telah mendatangi Kampung Tegal Bungur untuk berupaya melakukan revitalisasi dan transformasi kesenian langka ini,” tutur Wina.
Pada WJF 2024 ini, kata Wina, Lokatmala Foundation menghadirkan Niknik Dewi Pramanik, peneliti dan pelaku seni Pakemplung.
“Niknik yang mengambil studi berjudul "Makna Simbolik dan Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Seni Pakemplung di Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur” tampil bersama para pemusik dan penari Pakemplung lainnya agar semakin menambah gereget pertunjukan,” ucap Wina.
Niknik Dewi Pramanik mengatakan, seni Pakemplung digelar dalam momentum pasca-panen padi yang biasa disebut ngampih pare atau menyimpan padi. Seni ini, secara lahiriah memang hiburan untuk masyarakat, namun secara batiniah adalah untuk nyukakeun nyai atau membuat Nyai Pohaci senang.
"Keberadaan seni Pakemplung memang hampir punah. Masyarakat milenial sekarang ini menganggap seni Pakemplung tidak dapat bersaing dengan seni baru yang dipengaruhi budaya luar," kata Niknik.
Editor : Ude D Gunadi
Artikel Terkait