Rugikan Keuangan Negara sebesar Rp222 Miliar
Diberitakan sebelumna, Yuddy Renaldy bersama Pimpinan Divisi Corporate Secretary Widi Hartoto telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di bank bjb. Selain Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto, 3 tersangka lain yang telah ditetapkan, yakni Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM) Kin Asikin Dulmanan. Kemudian, Pengendali Agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) Suhendrik, serta Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) Raden Sophan Jaya Kusuma.
Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo menjelaskan, dalam kasus ini, bank bjb merealisasikan Belanja Beban Promosi Umum dan Produk Bank yang dikelola oleh Divisi Corporate Secretary sebesar Rp409 miliar. Dana tersebut digunakan untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online lewat kerja sama dengan 6 agensi selama periode 2021-2023.
Keenam agensi tersebut, PT CKSB sebesar Rp105 miliar, PT CKMB Rp41 miliar, PT Antedja Muliatama Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT WSBE Rp49 miliar, dan PT BSC Advertising sebesar Rp33 miliar.
"Kerugian negara pada perkara ini dalam proses penyelidikan sebesar kurang lebih Rp222 miliar," ungkap Budi Sokmo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Dalam kasus ini, KPK menemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan iklan sesuai permintaan bank bjb, serta penunjukkan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa.
Budi menjelaskan, terdapat selisih uang dari yang diterima oleh agensi dari bank bjb dengan yang dibayarkan agensi ke media sejumlah Rp222 miliar. "Uang Rp222 miliar itu digunakan sebagai dana non-budgeter oleh bank bjb yang sejak awal disetujui oleh Yuddy Renaldi bersama-sama Widi Hartoto untuk bekerja sama dengan enam agensi," jelasnya.
Budi menyebutkan, terjadi perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Yuddy dan Widi. Keduanya diduga mengetahui dan/atau menyiapkan pengadaan jasa agensi tahun 2021-2023 sebagai sarana kickback. Mereka juga mengetahui dan/atau memerintahkan pengguna barang untuk bersepakat dengan rekanan jasa agensi dalam penggunaan kickback.
Tak hanya itu, keduanya mengetahui dan/atau memerintahkan panitia pengadaan untuk mengatur pemilihan agar memenangkan rekanan yang disepakati. Mereka juga mengetahui penggunaan uang yang menjadi dana non-budgeter Bank BJB. Budi mengatakan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pengadaan jasa agensi tahun 2021-2023 dengan melanggar ketentuan.
Di antaranya, menyusun dokumen HPS bukan berupa nilai pekerjaan melainkan fee agensi guna menghindari lelang, memerintahkan panitia pengadaan agar tidak melakukan verifikasi dokumen penyedia sesuai SOP, serta membuat penilaian tambahan setelah pemasukan penawaran sehingga terjadi post bidding.
"Dari Rp409 miliar yang ditempatkan, dipotong dengan pajak kurang lebih Rp300 miliar, hanya kurang lebih Rp100 miliar yang ditempatkan sesuai dengan riil pekerjaan yang dilakukan," kata Budi.
"Itu pun kami belum melakukan testing secara detail terhadap Rp100 miliar. Namun, yang tidak riil ataupun fiktif kurang lebih jelas sudah nyata sebesar Rp222 miliar selama kurun waktu 2,5 tahun tersebut," ujar dia.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait