Namun, dibalik itu ada juga tantangannya, mulai dari kurangnya sosialisasi, keterbatasan biaya, hingga kendala bahasa.
“Kalau anak muda sekarang nonton wayang, suka bilang ‘subtitlenya mana?’. Bahasa Sunda makin jarang dipakai, apalagi di kota. Jadi ini juga jadi tantangan kita,” tambahnya.
Selain itu, pertunjukan wayang membutuhkan kelengkapan alat musik dan tim yang solid, berbeda dengan pertunjukan musik solo yang bisa sederhana secara teknis.
Ledia mengajak semua pihak, termasuk dinas dan kementerian kebudayaan, untuk lebih serius menggunakan media sosial sebagai sarana sosialisasi budaya tradisional.
“Kita dorong anak muda yang hobi fotografi misalnya, jangan cuma foto traveling. Tapi juga foto budaya. Kalau budaya kita sendiri tidak kita angkat, ya akhirnya budaya asing yang masuk terus,” tandasnya.
Semarak Budaya menjadi bukti nyata langkah kecil tapi penting agar warisan luhur seperti wayang golek tetap hidup di tengah gempuran budaya populer dunia.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait