Sementara itu, Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Tri Yus Widjajanto, menegaskan bahwa kebijakan pencampuran etanol dalam BBM merupakan langkah konkret pemerintah dalam menekan impor energi.
Ia menjelaskan, secara teknis bahan bakar beretanol aman digunakan untuk kendaraan bermotor modern dan terbukti menurunkan emisi karbon.
“Etanol dari tebu, jagung, atau singkong itu tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga memperkuat rantai pasok energi domestik. Selama kadar etanolnya diatur dengan benar, kendaraan tidak akan mengalami masalah teknis berarti,” jelas Tri.
Tri menambahkan, pemanfaatan etanol bisa memangkas ketergantungan impor BBM yang kini mencapai lebih dari 45 persen kebutuhan nasional.
Selain itu, pengembangan industri bioetanol juga berpotensi membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian lokal.
“Pemerintah tinggal memastikan pasokan bahan baku dan infrastruktur distribusi berjalan berkesinambungan,” katanya.
Sumur Minyak Rakyat dan Tata Kelola Energi Jadi Kunci
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran (Unpad), Yogi Suprayogi, menilai inovasi yang diusung Menteri Bahlil melalui program etanol dan regulasi sumur minyak rakyat sebagai langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Namun, Yogi menekankan pentingnya pembenahan tata kelola energi agar kebijakan transisi energi berjalan efektif.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait