Disinggung penguasaan digitalisasi dan automasi seperti apa yang harus dimiliki insinyur, Bambang mengatakan, terdapat beberapa hal seperti big data, internet of things (IoT), dan sensor-based t. echnology.
"Lalu geographic information systems (GIS), building information modelling (BIM), augmented reality (AR) and mobile technology, dan artificial intelligence (AI). Ini semua akan menopang karir para Insinyur untuk bisa mendapatkan posisi strategis di proyek dan perusahaan tempat bekerja," jelasnya.
Proses adaptasi ini, lanjutnya, terutama diperlukan insinyur pemula. "Jenjang karir insinyur dimulai dari insinyur level junior yang membutuhkan banyak adaptasi dengan pekerjaan maupun proses belajar lebih lanjut. Sehingga bisa menjadi insinyur berpengalaman yang lebih matang dan memutuskan jalur mana yang akan mereka pilih seperti manajemen proyek, spesialis, atau pengembangan bisnis," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Umum PII, Danis Hidayat Sumadilaga mengatakan, daya saing insinyur pun harus didukung oleh sertifikasi internasional. Dalam upaya tersebut, PII terus memfasilitasi anggotanya melalui kerja sama dengan International Engineering Alliances (IEA).
"Daya saing global insinyur Indonesia sangat perlu didukung oleh Sertifikasi Internasional," katanya. Saat ini, menurutnya terdapat sekitar 23 ribu insinyur profesional.
Dari jumlah itu, sekitar 2-3% di antaranya merupakan insinyur asing yang menjadi insinyur profesional sesuai amanah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014. "Jadi untuk melakukan praktik keinsinyuran, semua insinyur (lokal maupun asing) wajib mengikuti program sertifikasi Insinyur Profesional dan mendapatkan Ijin Praktik Keinsinyuran (STRI)," ujarnya.
Editor : Zhafran Pramoedya