Helmut menjelaskan, dalam Perjanjian Pemegang Saham (PPS) dan Perjanjian Jual Beli Bersyarat (PJBB) yang dibuat dan ditandatangani pada 14 Mei 2019 antara AMI, APMR dan pemegang saham lain, ada fakta bahwa AMI belum dapat melakukan penutupan transaksi atas PJBB sebesar $21,500,000 setelah pemberian deposit dan pelaksanaan due diligence.
Sementara pasal 7 dalam PPS itu juga menyebutkan beberapa ketentuan yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian. Antara lain jika dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal perjanjian terlampaui, kesepakatan tersebut tidak terpenuhi, bantuan modal kerja (BMK) yang telah diberikan wajib dikembalikan kepada AMI dalam jangka waktu 14 hari kalender sejak berakhirnya PPS, dan saham perseroan akan dikembalikan AMI kepada pemegang saham awal.
Kenyataannya, pelunasan transaksi jual beli saham CLM oleh AMI tidak terjadi dan tidak berhasil dilaksanakan. Artinya, sesuai ketentuan, AMI mestinya mengembalikan kepemilikan saham 50 persen kepada APMR. Apalagi APMR juga sudah mengembalikan BMK senilai 20M pada 4 Oktober 2019.
“Karena pihak APMR sudah mengembalikan BMK yang 20M itu, maka seharusnya kewajiban untuk memberikan saham menjadi gugur karena transaksi tidak terpenuhi sesuai ketentuan dalam perjanjian,” terang Helmut.
Helmut menilai, menilik putusan BANI, seharusnya saham yang diberikan kepada AMI pun hanya 50 persen. Namun pada kenyataannya, berdasarkan Penetapan Sita Eksekusi, AMI bermohon kepada PN Jaksel agar APMR menyerahkan saham 100 persen yang bertentangan dengan putusan BANI.
Editor : Rizal Fadillah