BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Politisi PDIP, Masinton Pasaribu menegaskan, status Gibran Rakabuming Raka saat ini sudah bukan lagi menjadi kader PDIP pasca mendaftar diri ke KPU sebagai pasangan Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Menurutnya, meski belum adanya pengumuman resmi namun hal itu sudah diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) bagi kader yang tidak mematuhi keputusan partai.
"Itu otomatis. Kalau putusan partai bagi kami di dalam AD ART dari yang tidak mengikuti keputusan partai otomatis dia sudah menjadi bagian yang bukan lagi kader partai," ucap Masinton dalam acara bertajuk 'Suhu Politik Pasca Putusan MK' yang tayang di YouTube Official iNews, Sabtu (28/10/2023).
Oleh karena itu, Masinton mengatakan, PDIP tidak harus 'cape-cape' untuk memecat Gibran dari PDIP.
"Ya otomatis itu. Artinya ada minimum dan maksimal sanksi. Informasi itu ada yang disampaikan secara tertutup, ada secara terbuka. Jadi itu biasa dalam mekanisme kepartaian," ungkapnya.
"Tetapi ketika partai sudah memutuskan calon presidennya adalah Ganjar berpasangan dengan Mahfud MD maka diluar itu bukan putusan partai dan yang tidak ikut dalam putusan partai tadi yah berarti otomatis sudah meninggalkan PDI Perjuangan. Apalagi kalau nyalon dari partai lain," tambahnya.
Di sisi lain, Masinton juga menilai, Presiden Jokowi salah dalam mengartikan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah dengan cara melanggengkan kekuasaan.
"Kalau saya lihat ini campaignnya dari 2021. Coba memanfaatkan approval rating bahwa masyarakat puas dengan kerja pemerintah/presiden, tapi apakah masyarakat setuju kalau presiden jadi tiga periode? Artinya kan merubah aturan, merubah konstitusi kita, yah tidak setuju," katanya.
"Kemudian dicari cara lain, kalau pemilu ditunda? Engga setuju juga. Artinya bahwa ini kan yang sekarang digunakan adalah memanfaatkan approval rating itu dianggap kalau masyarakat suka terus kemudian bisa sesuka hati juga dari kekuasaan itu untuk mengotak atik aturan," sambungnya.
Menurut Masinton, hal itu juga berpengaruh terhadap putusan MK saat ini. Dimana masyarakat menilai ada upaya untuk pelanggengan kekuasaan.
"Begitu pun respon masyarakat dengan putusan MK tadi, yang itu secara telanjang bisa dilihat bahkan akibat hakim yang ikut bersidang ikut dalam memutuskan tadi bertanya tanya itu, heran seheran herannya. Ahlim hukum mengatakan hal yang sama," imbuhnya.
Masinton mengatakan, putusan MK tersebut menjadi ancaman serius terhadap sistem demokrasi.
"Putusan MK bukan putusan yang berbasis pada konstitusional yang kuat. Saya memandang putusan itu sebagai putusan semena-mena. Ini yang menjadi menurut saya demokrasi kita sedang tidak baik baik saja," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah