Bicara solusi kongkret, kata Wahyu, pihaknya menyarankan untuk melakukan audit investigasi secara menyeluruh, baik untuk program Citarum Harum dan juga penanganan TPA Sarimukti.
"Tapi kita tahu setelah kita cek lebih dari 4 tahun terakhir tidak pernah ada kegiatan pengolahan kompos. Nah apalagi ada kebijakan dari KLHK yang kemudian di tindak lanjuti oleh DLH. Pelarangan sampah organik masuk TPK (Tempat Pengolahan Kompos), padahal izinnya untuk menangani sampah organik, justru yang anorganik dibiarkan masuk, ilegal justru kirim sampah organik, padahal izin legalnya untuk organik," tuturnya.
Menurutnya, jika pada akhirnya TPA Sarimukti ini ditutup, harus ada penanganan terus-menerus selama 20 tahun sejak ditutup sesuai dengan Undang-undang nomor 18 tahun 2008.
"Tantangan lainnya adalah UPTD PSTR selaku pengelola untuk di Bogor dan Legok Nangka harus dilihat bagaimana cara pelayanan publik bukan hanya untuk Sarimukti semata, tapi untuk TPAS yang ada," katanya.
Wahyu menilai, kehadiran Legok Nangka untuk pengelolaan sampah Bandung Raya itu sangat penting. Hanya saja, hal yang telah dicanangkan sejak lama tersebut masih belum saja terealisasi.
"Dengan itu, audit investigasi menjadi sangat penting, baik untuk program Citarum Harum atau juga penggunaan layanan publik di Sarimukti, supaya kita tahu masalahnya dimana. Karena kami khawatir ini terjadi karena tindakan koruptif," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah