Namun dalam kenyataannya, sambung Roni, hal tersebut belum bisa diterapkan.
Karena industri penyiaran merupakan entitas korporasi yang berupa bisnis, sehingga konten lokal jika dibandingkan dengan program dengan rating tinggi terlebih disiarkan di prime time, dinilai lebih bisa mendatangkan iklan.
"Kita ingin bagaimana kita melakukan advokasi dan memberikan penjelasan kepada publik, bahwa ada hak kita yang direnggut lembaga penyiaran," sambungnya.
Terlebih, perlu diketahui bahwa Undang-undang terkait penyiaran, tersaji dalam UU No. 32 tahun 2002 tentang lembaga penyiaran.
"Kita lembaga negara yang mengurus lembaga penyiaran, sudah dibekali UU 32. Tapi nafas dari UU itu bukan hanya konten, juga pemberdayaan ekonomi lokal nya," pungkasnya. (*)
Editor : Abdul Basir