IAW Sebut Revisi UU BUMN Bisa Melemahkan BPK

Selain itu, pemisahan peran regulator dan operator dalam pengelolaan BUMN juga dikhawatirkan memperburuk tata kelola. Dengan Kementerian BUMN hanya berfungsi sebagai regulator, sementara operasional BUMN dikendalikan oleh BPI Danantara, maka akuntabilitas berisiko menjadi lemah.
Revisi UU BUMN juga memberikan perlindungan hukum yang lebih besar kepada direksi dan komisaris BUMN melalui mekanisme business judgment rule. Dengan aturan ini, direksi dan komisaris tidak dapat dituntut secara hukum selama keputusan bisnis diambil dengan itikad baik.
"Hal ini bisa digunakan untuk menghindari tanggung jawab atas kebijakan bisnis yang merugikan negara. Perlindungan seperti ini terlalu berlebihan dibandingkan dengan sistem sebelumnya. Seharusnya ada keseimbangan antara perlindungan dan akuntabilitas," kata Iskandar.
Lebih jauh, Iskandar menyoroti bahwa revisi UU BUMN juga berpotensi melemahkan kontrol pemerintah terhadap aset negara. Dengan dialihkannya pengelolaan aset ke sistem berbasis investasi, negara dapat kehilangan kendali langsung atas aset strategisnya.
"Keputusan investasi bisa lebih menguntungkan investor dibandingkan negara, karena BPI Danantara bertanggung jawab langsung kepada Presiden, bukan kepada publik atau parlemen. Hal ini menimbulkan risiko keputusan yang tidak diawasi secara demokratis," tegasnya.
Menurutnya, revisi ini juga berpotensi mengurangi status uang negara dalam UU BUMN, yang bisa menimbulkan kerugian besar. Sebab, dalam UU Keuangan Negara disebutkan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan tetap dianggap sebagai keuangan negara. Namun, revisi UU BUMN justru menempatkan modal BUMN sebagai aset korporasi.
Editor : Abdul Basir