Akademisi Sebut Banyak Pasal di RUU KUHP Harus Dikritisi, Jangan Sampai Terjadi Abuse of Power

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Akademisi menilai banyak pasal di Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) harus dikritisi. Jangan sampai RUU KUHP lolos menjadi Undang-Undang tanpa revisi karena akan terjadi abuse of power.
"Banyak yang perlu dikritisi ya. Terutama pengalihan kewenangan penyelidikan dan penyidikan dari kepolisian ke kejaksaan. Jika ini terjadi, kejaksaan bisa menjadi lembaga superbodi. Yang dikhawatirkan nanti, akan terjadi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan)," kata Pelaksana Harian (Plh) Ketua Program Studi Ilmu Hukum UPI Prof Cecep Darmawan dalam diskusi yang digelar Lingkar Studi Rakyat Berdaulat di Jalan Gegerkalong, Kota Bandung, Jumat (28/2/2025).
Diskusi bertema 'Aspek Krusial dalam Revisi UU KUHAP Perubahan, Dampak, dan Implementasi' itu juga dihadiri dosen Universitas Al Ghifari Deni Rismansyah dan sejumlah mahasiswa.
Prof Cecep menyatakan, isu RUU KUHAP ini merujuk pada regulasi di mana membutuhkan keterbukaan dan partisipasi supaya masyarakat pun bisa menyampaikan haknya. Selain itu, asas keterbukaan mulai pembentukan perundangan dari perencanaan sampai ke peninjauan perlu diberikan akses ke publik yang terdampak langsung.
"Penyelidikan dan penyidikan itu kan tugas polisi. Maka, jangan diberikan pula ke kejaksaan. Kalau ada kekurangan selama ini mestinya perbaiki bukan justru dialihkan. Jika itu terjadi, bisa menimbulkan ketidakpastian hukum, konflik kepentingan dua lembaga, dan sisi akurasi penyelidikan akan bermasalah," ujar Prof Cecep.
Editor : Agus Warsudi