Sun Tzu di Perbatasan Persia - 100 Hari Menuju Kemenangan Total

Serangan api Iran di abad ini harus memakai dua wajah, 1) Api nyata, rudal balistik, drone bunuh diri, sabotase kilang, bom gudang amunisi Israel. 2) Api maya, serangan siber yang memadamkan lampu Tel Aviv, memblokir traffic pelabuhan Haifa, atau menghapus data rekening bank dengan kecepatan kilat.
Peta Serangan Api Tiga Lapisan. Pertama, Ledakan fisik di pelabuhan utama. Sekali tangki minyak meledak, pasar energi global terguncang. Sun Tzu menulis, ganggu logistik, maka musuh kehilangan darah segar. Kedua, Serangan api digital matikan pusat data Iron Dome untuk beberapa detik saja. Dalam hitungan detik itulah roket murah dari Lebanon bisa membanjiri langit, membebani radar. Ketiga, Api opini publik, nyalakan rumor kejahatan perang, tebarkan gambar korban anak-anak ke media Barat. Sun Tzu menyebut ini “api pikiran” yang membakar simpati global terhadap Israel. Api sebagai Panggung Psikologi. Sun Tzu menegaskan “Seseorang membakar untuk menakut-nakuti lebih dulu, menghancurkan kemudian.”
Ledakan pertama hanyalah pentas. Ledakan kedua memancing tentara Israel mendekat. Ledakan ketiga menutup jalur mundur dan melelahkan moral. Sama seperti penyerangan kota kuno. Bakar gerbang, rebut logistik, rebut hati prajurit musuh yang kehilangan perlindungan rumahnya.
Iran, dengan unit siber IRGC, memahami “Serangan api dikendalikan angin.” Angin modern adalah jaringan server, cloud storage, CCTV, komunikasi pasukan. Maka di malam pekat, hacker Iran meretas firewall, Matikan Pusat Data Cadangan. Lumpuhkan jalur GPS drone Israel. Curi data pesanan rudal Iron Dome. Sun Tzu akan tertawa, api di abad ke-21 hanya butuh kode 101010, bukan obor dan minyak.
Etika Api bakar seperlunya. Nasihat paling manusiawi, “Jangan membakar kota musuh yang sudah mau menyerah.” Artinya, setelah Israel terpojok, api harus padam. Iran harus tampil sebagai kekuatan yang menahan diri. Sun Tzu selalu mengingatkan, terlalu banyak kebencian hanya melahirkan perang baru.
Editor : Rizal Fadillah