IAW Desak Prabowo Audit Lahan Era Soekarno, Potensi Kerugian Negara Ratusan Triliun

Iskandar mengungkapkan bahwa simulasi sewa lahan berdasarkan tarif DJKN menunjukkan potensi kerugian negara mencapai Rp217 triliun per tahun akibat hilangnya pendapatan resmi dari pemanfaatan lahan. Ia juga merujuk laporan PPATK (TR-PU/33/VI/2025) yang menyebut adanya dugaan “fee gelap” 5–10% dari transaksi lahan eks APBN serta praktik pencucian uang melalui properti mewah dan perusahaan afiliasi di luar negeri.
Lebih lanjut, IAW menemukan sejumlah perusahaan publik telah mencantumkan tanah eks APBN tersebut sebagai aset tetap dalam laporan keuangan, sehingga berdampak pada nilai saham secara tidak wajar.
Menurut Iskandar, ini mencerminkan potensi manipulasi informasi dan lemahnya pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Temuan mencatat bahwa 12 emiten properti menggunakan aset tanah eks APBN sebagai portofolio utama. 3 di antaranya telah diidentifikasi PPATK terindikasi pencucian uang (TPPU). BEI dan OJK belum menjatuhkan sanksi atau melakukan suspensi. Jika dibiarkan, pasar modal berpotensi ditunggangi menjadi sarana pencucian aset negara berkedok investasi," terangnya.
Iskandar menambahkan bahwa kerangka hukum untuk menindak praktik ini telah tersedia, termasuk Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Bahkan, Putusan Mahkamah Agung No. 1788K/Pdt/1998 menguatkan bahwa aset negara yang dialihkan tanpa dasar hukum sah dapat dibatalkan secara hukum.
Editor : Rizal Fadillah