Penanganan Kasus Emas Antam Diminta Profesional dan Transparan

Melalui fakta-fakta yang terungkap dalam proses persidangan, menurut Septa, tudingan adanya ratusan ton emas palsu tidak terbukti. Persoalannya justru terletak pada penyalahgunaan logo Antam oleh oknum tertentu untuk meraih keuntungan pribadi atau kelompok. Praktik ilegal ini berdampak negatif terhadap reputasi bisnis PT Antam, terutama menyangkut kepercayaan masyarakat.
"Maka dari sini seharusnya proses penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Agung adalah terkait dugaan tindak pidana penipuan, pemalsuan merek, perlindungan konsumen, serta penyalahgunaan fasilitas oleh oknum pejabat PT Antam untuk menguntungkan diri sendiri, korporasi, atau pihak swasta lainnya. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan unsur-unsur tindak pidana dalam undang-undang tersebut," tegasnya.
Karena itu, Septa menekankan pentingnya transparansi dalam proses hukum agar masyarakat memahami apa yang benar-benar terjadi di balik kasus ini. Terlebih, PT Antam adalah produsen emas bersertifikasi internasional, satu-satunya di Asia Tenggara yang mengantongi akreditasi dari LBMA (London Bullion Market Association).
Ia menambahkan, emas batangan produksi Antam diproses melalui tahapan ketat dan verifikasi berstandar global, sehingga sangat kecil kemungkinan untuk dipalsukan tanpa diketahui pihak berwenang atau pemegang fasilitas resmi.
"Keterbukaan dari penegak hukum untuk menjelaskan dan memberikan informasi kepada masyarakat menjadi penting agar tidak menimbulkan kegaduhan dan menurunnya kepercayaan masyarakat untuk membeli emas Antam," ujar Septa.
Tak hanya itu, ia juga menegaskan bahwa proses hukum harus dijalankan sesuai prinsip due process of law, tanpa penyimpangan atau tindakan sewenang-wenang. "Ketidaksesuaian dalam proses penegakan hukum tidak hanya merugikan keadilan, namun juga pada akhirnya akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan," pungkasnya.
Editor : Agung Bakti Sarasa